
Dunia Diramal Resesi Tahun 2023, Amankan Duit di Mana Nih?

Jakarta, CNBC Indonesia - Geopolitik yang tengah tidak menentu sempat membuat pasar finansial Indonesia 'babak belur'.
Kecemasan akan resesi, ditambah dengan inflasi di dalam negeri yang semakin meninggi membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dilanda aksi jual. Rupiah juga terkena imbasnya, tetapi pasar obligasi masih bervariasi.
Pada perdagangan Senin (4/7/2022), ada sedikit kabar baik dari Amerika Serikat (AS) yang bisa membuat lega pasar finansial Indonesia. Tetapi isu resesi dunia juga masih mempengaruhi sentimen pelaku pasar.
Analis memberikan saran divestasi investasi melihat dunia menuju resesi.
Melansir data Refinitiv, IHSG sepanjang pekan yang berakhir 1 Juli jeblok hingga 3,5% ke 6.794,328 yang merupakan posisi terendah sejak 19 Mei. Dalam 4 hari perdagangan IHSG juga tak pernah menguat, dengan investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih (net sell) sekitar Rp 3,9 triliun di pasar reguler, nego dan tunai.
Secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi Juni 2022 berada di 4,35%. Lebih tinggi dibandingkan Mei 2022 yang 3,55% sekaligus jadi yang tertinggi sejak Juni 2017.
Rilis tersebut lebih tinggi dari konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan inflasi secara bulanan sebesar 0,44%. Sedangkan inflasi tahunan 'diramal' 4,15%.
Kenaikan inflasi tersebut juga lebih tinggi dari konsensus Trading Economics sebesar 4,17%, tetapi jika dilihat inflasi inti justru lebih rendah.
BPS melaporkan inflasi inti tumbuh 2,63% (yoy) dari sebelumnya 2,58% (yoy), sementara konsensus di Trading Economics memperkirakan sebesar 2,72% (yoy).
Hal ini bisa menjadi sinyal jika daya beli masyarakat mulai tergerus akibat kenaikan inflasi, yang tentunya berdampak buruk bagi perekonomian.
Penurunan daya beli tersebut terjadi akibat inflasi kelompok volatile yang menembus 2,51% (mtm) dan 10,07% (yoy). Level tersebut menjadi yang tertinggi sejak Desember 2014 atau 7,5 tahun terakhir. Jika dilihat lagi inflasi volatile meroket di item bahan makanan yang mencapai 2,3% (mtm) dan 9,57% (yoy).
Inflasi Indonesia diperkirakan belum akan mereda pada paruh kedua tahun ini. Pemulihan ekonomi dalam negeri akan mendorong sisi permintaan sehingga tekanan inflasi, terutama inflasi inti akan meningkat.
Belum lagi pemerintah juga akan menaikkan tarif dasar listrik untuk kalangan menengah ke atas mulai Juli sehingga inflasi pada kelompok harga diatur pemerintah bisa merangkak naik. Indonesia juga akan mengawali musim ajaran baru pada Juli-Agustus yang bisa mendongkrak inflasi.
Data BPS juga menunjukkan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) untuk komoditas impor dan berbahan baku impor mengalami peningkatan yang persisten. Termasuk di dalamnya adalah tepung terigu dan bubuk urea. IHPB industri mencapai 0,37% (mtm) dan 5,39 (yoy), IHPB pada pertanian 1,96% (mtm) dan 2,95% (yoy).
(vap/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Jepang Masuk Jurang Resesi, Jerman Jadi Negara Ekonomi Terbesar