
Dolar AS Diramal Menguat 3 Bulan ke Depan, Rupiah Terpuruk?

Meski demikian bukan berarti rupiah bisa terpuruk. Meski sempat menembus ke atas Rp 15.000/US$ pada Rabu lalu, kinerja rupiah sebenarnya cukup bagus dibandingkan mata uang kawasan Asia lainnya.
Apalagi ada kabar baik dari dalam negeri, saat inflasi menanjak, konsumen Indonesia masih pede terhadap outlook perekonomian.
Seperti diketahui Badan Pusat Statistik (BPS) awal bulan ini melaporkan inflasi pada Juni 2022 tercatat 0,61% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Inflasi tahun kalender adalah 3,19%.
Secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi Juni 2022 berada di 4,35%. Lebih tinggi dibandingkan Mei 2022 yang 3,55% sekaligus jadi yang tertinggi sejak Juni 2017.
Kelompok volatile menjadi pemicu kenaikan inflasi yang tinggi tersebut. Kenaikan harga kelompok volatile menembus 2,51% (mtm) dan 10,07% (yoy). Level tersebut menjadi yang tertinggi sejak Desember 2014 atau 7,5 tahun terakhir. Jika dilihat lagi inflasi volatile meroket di item bahan makanan yang mencapai 2,3% (mtm) dan 9,57% (yoy).
Meski inflasi tinggi, apalagi harga pangan, ternyata konsumen masih optimistis, terlihat dari laporan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK).
Bank Indonesia (BI) kembali merilis hasil survei konsumen, Hasilnya IKK pada Juni 2022 berada di 128,2, sedikit menurun dibandingkan sebelumnya yakni 128,9.
IKK menggunakan angka 100 sebagai ambang batas. Jika di bawah 100, maka artinya konsumen pesimistis memandang prospek perekonomian saat ini hingga enam bulan mendatang.
Pada IKK Mei 2022, survei IKK yang bertepatan pada Hari Raya Idul Fitri berada di 128,9, naik tajam dan menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah. Pada Juni, IKK tetap berada pada level optimis.
IKK yang masih tinggi membuat outlook perekonomian masih bagus. Sebab, semakin tinggi IKK, konsumen cenderung akan semakin banyak belanja yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Begitu juga sebaliknya.
Belanja rumah tangga merupakan kontributor terbesar produk domestik bruto (PDB) berdasarkan pengeluaran, dengan porsi mencapai 53,65% di kuartal I-2022.
Selain itu, tingginya harga komoditas yang membuat surplus neraca perdagangan dan transaksi berjalan juga menjadi modal yang bagus untuk rupiah.
Belum lagi cadangan devisa BI yang besar. Kemarin BI melaporkan cadangan devisa per akhir bulan lalu berada di US$ 136,4 miliar. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar US$ 135,6 miliar.
Cadangan devisa merupakan "amunisi" bagi BI untuk melakukan intervensi terhadap pergerakan rupiah jika mengalami tekanan yang besar. BI memiliki kebijakan triple intervention, yakni intervensi di pasar spot, obligasi, dan domestic non-deliverable forward (NDF).
Selain itu, BI sampai saat ini belum menggunakan senjata pamungkasnya yakni suku bunga. Jika suku bunga akhirnya dinaikkan, maka sentimen terhadap rupiah akan terdongkrak.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]
