Menguat! Rupiah Jauhi Level Rp 15.000/US$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
08 July 2022 09:10
Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sentimen pelaku pasar yang membaik membuat rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) di pembukaan perdagangan Jumat (8/7/2022). Rupiah hingga Kamis kemarin sudah 8 hari tidak pernah menguat, dan sempat melewati level psikologis Rp 14.500/US$.

Melansir data Refinitiv, rupiah langsung menguat 0,13% begitu perdagangan pasar spot dibuka. Penguatan kemudian bertambah menjadi 0,17% ke Rp 14.970/US$ pada pukul 9:03 WIB.

Tanda-tanda rupiah akan menguat sudah terlihat dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward yang lebih kuat pagi ini ketimbang beberapa saat setelah penutupan perdagangan kemarin.

Periode

Kurs Kamis (7/7) pukul 15:03 WIB 

Kurs Jumat (8/7) pukul 8:53 WIB

1 Pekan

Rp14.993,0

Rp14.954,9

1 Bulan

Rp15.011,0

Rp14.972,4

2 Bulan

Rp15.018,0

Rp15.009,8

3 Bulan

Rp15.039,0

Rp15.071,2

6 Bulan

Rp15.095,0

Rp15.125,7

9 Bulan

Rp15.153,0

Rp15.125,7

1 Tahun

Rp15.220,2

Rp15.204,6

2 Tahun

Rp15.643,0

Rp15.631,9

NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.

Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.

Membaiknya snetimen pelaku pasar terlihat dari pergerakan bursa saham AS (Wall Street), indeks S&P 500 dan Nasdaq mampu mencatat penguatan 4 hari beruntun.
Sementara itu dari dalam negeri, data indeks keyakinan konsumen (IKK) yang akan mempengaruhi pergerakan pasar hari ini.

Pada bulan lalu Bank Indonesia (I) merilis hasil Survei Konsumen. Hasilnya, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Mei 2022, yang bertepatan dengan jatuhnya Hari Raya Idul Fitri, berada di 128,9. Naik tajam dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 113,1 dan menjadi rekor tertinggi.

IKK menggunakan angka 100 sebagai ambang batas. Jika di bawah 100, maka artinya konsumen pesimistis memandang prospek perekonomian saat ini hingga enam bulan mendatang.

Dengan inflasi yang meninggi bulan lalu, tentunya akan berdampak pada keyakinan konsumen. Jika menunjukkan penurunan maka akan menjadi kabar yang kurang bagus.Sebab, semakin tinggi IKK, konsumen cenderung akan semakin banyak belanja yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Begitu juga sebaliknya.

Belanja rumah tangga merupakan kontributor terbesar produk domestik bruto (PDB) berdasarkan pengeluaran, dengan porsi mencapai 53,65% di kuartal I-2022.

Ketika konsumen mengurangi belanjanya, maka akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Hal ini bisa semakin membuat investor asing getol menarik modalnya dari pasar saham.

Sebaliknya jika IKK kembali menanjak, maka akan akan memberikan dampak positif ke pasar finansial Indonesia.

Selain itu, pelaku pasar juga menanti rilis data tenaga kerja AS malam ini. Data tersebut terdiri dari penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls), tingkat pengangguran dan perubahan rata-rata upah per jam. Data ini merupakan salah satu indikator yang digunakan bank sentral AS (The Fed) dalam menetapkan kebijakan moneter, selain data inflasi tentunya.

Kemarin, data yang dirilis menunjukkan klaim tunjangan pengangguran mingguan menjadi 235.000 klaim, tertinggi sejak 15 Januari lalu. Rilis tersebut juga lebih tinggi dari hasil survei yang dilakukan Dow Jones sebesar 230.000 klaim.

Selain itu, perusahaan Challenger, Gray & Christmas melaporkan sepanjang Juni ada rencana PHK sebanyak 32.517 pekerja di berbagai perusahaan. Angka tersebut melesat 57% dari bulan sebelumnya dan tertinggi sejak Februari 2021. Perusahaan otomotif dilaporkan memiliki rencana PHK paling banyak, yakni 10.198.

Data tersebut bisa menjadi indikasi pasar tenaga kerja AS sudah mulai melemah, dan ancaman resesi semakin menjadi nyata.

"Para pengusaha mulai merespon tekanan finansial dan pelambatan permintaan dengan pemangkasan biaya. Pasar tenaga kerja masih ketat, tetapi mungkin akan melemah dalam beberapa bulan ke depan" kata Andrew Challenger, vice presiden Challenger, Gray & Christmas, sebagaimana dilansir CNBC International.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular