Ini Bursa Saham Juara Dunia! Kebal Krisis Ekonomi & Inflasi

Riset, CNBC Indonesia
08 July 2022 07:45
Karyawan melintas di depan layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (5/7/2022). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham sedang bergejolak. Mayoritas indeks saham acuan global mengalami koreksi sepanjang tahun ini. Namun, hal itu tidak terjadi pada indeks saham Turki, padahal negaranya sedang dilanda krisis ekonomi.

Indeks saham acuan Turki BIST100 tercatat melesat 30,1% sepanjang tahun ini dan menjadi indeks saham dengan kinerja terbaik di dunia. Di saat yang sama Turki sebenarnya sedang mengalami krisis ekonomi. Hal yang paling mencolok dari Turki adalah, tingkat inflasinya.

Inflasi di Turki naik gila-gilaan. Pada Juni 2022, indeks harga konsumen Turki naik 78,62% secara year on year (yoy) dan menjadi negara G20 dengan laju inflasi tertinggi.

Meskipun inflasi terus meningkat, tetapi bank sentral Turki enggan menaikkan suku bunga acuan. Hal ini disebabkan karena otoritas moneternya yang tidak memiliki independensi.

Recep Tayyip Erdogan yang telah memimpin sebagai presiden sejak 2014 terkenal anti dengan suku bunga tinggi dan faktor inilah yang membuat mata uangnya yaitu Lira anjlok.

Untuk diketahui, Lira tercatat melemah signifikan sebesar 30% sepanjang tahun ini di hadapan dolar AS.

Salah satu yang memicu reli di pasar saham adalah kenaikan harga obligasi negaranya. Meskipun inflasi naik gila-gilaan, harga surat utang negara-nya naik yang tercermin dari penurunan imbal hasilnya (yield).

Sepanjang 2022, yield obligasi negara 10 tahun Turki turun 519 basis poin (bps). Turunnya yield disebabkan karena kebijakan bank sentral yang membuat aturan bahwa bank-bank harus membeli surat utang negara.

Surat utang negara dianggap sebagai salah satu instrumen yang minim risiko bahkan cenderung risk free, secara teoritis. Ketika harga suatu surat utang naik, berarti yield akan turun.

Yield yang turun membuat berinvestasi di instrumen pendapatan tetap menjadi kurang menarik sehingga investor beralih ke aset lain yang lebih berisiko untuk memaksimalkan cuan, dan saham adalah salah satu pilihannya.

Namun dalam kasus Turki, kenaikan harga surat utang dan pasar sahamnya sebenarnya tidak benar-benar mencerminkan berfungsinya mekanisme pasar dan lebih karena disebabkan oleh intervensi kebijakan.


(trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular