Melemah Lagi, Rupiah Tinggal "Ngesot" ke Rp 15.000/US$
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah lagi melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (5/7/2022), dan semakin dekat dengan Rp 15.000/US$.
Rupiah sebenarnya membuka perdagangan dengan menguat 0,1% ke Rp 14.950/US$, tetapi tidak lama berbalik melemah hingga 0,17% ke Rp 14.990/US$ yang merupakan level terlemah sejak Mei 2020.
Di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 14.985/US$, melemah 0,13% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Rupiah kini berjarak 0,1% saja dari level psikologis Rp 15.000/US$
Enrico Tanuwidjaja, Head Economic and Research UOB Indonesia memandang masih ada penguatan dolar AS saat ini, karena kebijakan The Fed saat ini baru setengah jalan. Dolar AS masih akan berlanjut menguat hingga 3-4 bulan ke depan.
"Kemungkinan-kemungkinan rupiah melemah karena dolar yang menguat," jelas Enrico saat dihubungi CNBC Indonesia, Senin (4/7/2022).
Tekanan yang dialami rupiah belakangan ini juga menjadi perhatian Bank Indonesia (BI). Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan pelemahan rupiah sejalan dengan mata uang negara berkembang lainnya.
"Pelemahan nilai tukar searah dengan mata uang negara berkembang lainnya, bahkan secara year to date relatif lebih baik (-4.7% ytd per 4 Juli 2022)," tutur Dody, kepada CNBC Indonesia.
Sementara itu Gubernur BI, Perry Warjiyo memberikan sinyal kebijakan baru dalam menyikapi perkembangan ekonomi global yang penuh ketidakpastian dan mempengaruhi kondisi dalam negeri.
Hal ini disampaikan Perry dalam siaran pers yang diterbitkan Senin (4/7/2022). Sederet ketidakpastian global ditandai dengan risiko stagflasi seiring kenaikan suku bunga kebijakan secara global di tengah ekonomi yang baru pulih, serta makin luasnya kebijakan proteksionisme oleh berbagai negara.
"Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan ekonomi dan keuangan global dan domestik, merumuskan dan melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan stabilitas makroekonomi dan stabilitas keuangan, termasuk penyesuaian lebih lanjut stance kebijakan bila diperlukan, serta terus memperkuat sinergi dengan Pemerintah untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional," jelasnya.
Kalimat "penyesuaian stance lebih lanjut" bisa menjadi indikasi BI mulai mempertimbangkan menaikkan suku bunga guna menjaga stabilitas rupiah, serta inflasi yang mulai menanjak.
Pada bulan Juni inflasi tercatat tumbuh 4,35% year-on-year (yoy), tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Tetapi kenaikan inflasi inti tidak setinggi inflasi headline, sebesar 2,63% (yoy).
Hal ini bisa menjadi indikasi daya beli masyarakat yang lemah, dan data indeks keyakinan konsumen (IKK) yang akan dirilis pekan ini menjadi perhatian pelaku pasar.
Pada bulan lalu BI merilis hasil Survei Konsumen. Hasilnya, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Mei 2022, yang bertepatan dengan jatuhnya Hari Raya Idul Fitri, berada di 128,9. Naik tajam dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 113,1 dan menjadi rekor tertinggi.
IKK menggunakan angka 100 sebagai ambang batas. Jika di bawah 100, maka artinya konsumen pesimistis memandang prospek perekonomian saat ini hingga enam bulan mendatang.
Dengan inflasi yang meninggi bulan lalu, tentunya akan berdampak pada keyakinan konsumen. Jika menunjukkan penurunan maka akan menjadi kabar yang kurang bagus.
Sebab, semakin tinggi IKK, konsumen cenderung akan semakin banyak belanja yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Begitu juga sebaliknya.
Belanja rumah tangga merupakan kontributor terbesar produk domestik bruto (PDB) berdasarkan pengeluaran, dengan porsi mencapai 53,65% di kuartal I-2022.
Ketika konsumen mengurangi belanjanya, maka akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Apalagi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jabodetabek kembali dinaikkan menjadi level 2, yang tentunya bisa lebih membatasi kegiatan masyarakat.
Keputusan perpanjangan PPKM dituangkan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) 33/2022 dan 34/2022 tentang PPKM Jawa-Bali dan Luar Jawa-Bali yang diteken Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Direktur Jenderal Bina Administrasi Wilayah Kementerian Dalam Negeri Safrizal ZA mengemukakan dalam perpanjangan PPKM kali ini, ada beberapa daerah yang statusnya terpaksa kembali naik menjadi level 2, salah satunya DKI Jakarta.
"Akhir-akhir ini kita melihat adanya peningkatan kasus covid-19 dikarenakan adanya penyebaran varian BA.4 dan BA.5. Beberapa daerah terpaksa harus dinaikkan menjadi Level 2," kata Safrizal dalam keterangan resmi.
Selain DKI Jakarta, status sejumlah wilayah aglomerasi di Jawa-Bali juga naik menjadi level 2. Mulai dari Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Bogor, Kota Bekasi, Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Sorong.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)