Bursa Asia Dibuka Bergairah, Hanya Hang Seng yang Melemah
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung menguat pada perdagangan Senin (4/7/2022), di mana investor menanti rilis data ekonomi cukup penting pada pekan ini.
Hanya indeks Hang Seng Hong Kong dan Shanghai Composite China yang dibuka di zona merah pada hari ini, di mana Hang Seng dibuka ambles 1,34% dan Shanghai melemah 0,28%.
Sedangkan sisanya dibuka di zona hijau. Indeks Nikkei Jepang dibuka menguat 0,61%, ASX 200 Australia melonjak 1,78%, Straits Times Singapura melaju 0,61%, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,35%.
Pelaku pasar di kawasan Asia-Pasifik bakal memantau rilis data ekonomi pada pekan ini seperti data aktivitas jasa China pada periode Juni 2022 yang akan dirilis pada Selasa besok, data inflasi Korea Selatan periode Juni 2022 yang juga akan dirilis besok, dan pengumuman kebijakan moneter bank sentral Australia pada Selasa besok.
Dari kabar korporasi, perusahaan pengembang properti China, Shimao melewatkan pembayaran bunga dan pokok obligasi luar negeri senilai US$ 1 miliar. Beberapa perusahaan properti China lainnya juga melewatkan pembayaran bunga atau mengalami gagal bayar (default) utang.
Bursa Asia-Pasifik yang secara mayoritas cenderung menguat terjadi di tengah cerahnya bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street pada perdagangan Jumat akhir pekan lalu.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melesat 1,05% ke 31.097,26, S&P 500 melonjak 1,06% ke 3.825,33, dan Nasdaq Composite terapresiasi 0,9% ke 11.127,84. Meski pada akhir pekan lalu Wall Street menghijau, tetapi sepanjang pekan lalu, Wall Street mencatatkan koreksi yang masih cukup besar. Sepanjang pekan lalu, indeks S&P 500 dalam sepekan merosot 2,21%, Dow Jones minus 1,3%, dan Nasdaq jeblok 4,13%.
CNBC International melaporkan beberapa perusahaan menurunkan proyeksi penurunan proyeksi laba. General Motors misalnya mempoyeksikan pendapatan di kuartal II-2022 di sekitar US$ 1,6 miliar sampai US$ 1,9 miliar, Proyeksi tersebut cukup jauh dari perkiraan analis yang dihimpun FactSet sebesar US$ 2,5 miliar.
"Pelemahan bursa saham yang terjadi belakangan ini akibat ekspektasi kontraksi ekonomi, laporan laba rugi akan menjadi pemicu penurunan selanjutnya. Panduan earning untuk kuartal II dan III akan menentukan seberapa besar aksi jual yang melanda," kata Ross Mayfield, analis strategi investasi di Baird, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (1/7/2022) lalu.
Sebelumnya pada pekan lalu, aktivitas manufaktur AS juga sudah menunjukkan pelambatan. Institute for Supply Management (ISM) melaporkan purchasing managers' index (PMI) turun menjadi 53 pada Juni, terendah dalam 2 tahun terakhir. Pesanan baru (new order) bahkan jeblok menjadi 49,2 dari sebelumnya 55,1.
PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi, sementara di atasnya ekspansi. Artinya, pesanan baru mengalami kontraksi, dan itu menjadi yang pertama sejak Mei 2020.
Di lain sisi, Tanda-tanda resesi yang akan terjadi di Negeri Paman Sam terus bermunculan. Selain data sektor manufaktur yang dibahas pada halaman sebelumnya, tingkat keyakinan konsumen juga merosot.
Data yang dirilis pada pekan lalu menunjukkan konsumen AS yang kini tidak pede menatap perekonomian. Conference Board (CB) melaporkan tingkat keyakinan konsumen Juni merosot menjadi 98,7, dari bulan sebelumnya 103,3. Penurunan tersebut membawa tingkat keyakinan konsumen ke titik terendah dalam 16 bulan terakhir. Angka di bawah 100 menunjukkan konsumen pesimistis, sementara di atasnya optimistis.
"Prospek konsumen semakin suram akibat kekhawatiran akan inflasi, khususnya kenaikan harga gas dan makanan. Ekspektasi kini turun ke bawah 80, mengindikasikan pertumbuhan yang lebih lemah di semester II-2022, begitu juga adanya peningkatan risiko resesi di akhir tahun," kata Lyyn Franco, direktur ekonomi Conference Board.
Inflasi tinggi yang melanda banyak negara juga diperkirakan membawa perekonomian global mengalami resesi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd)