
Alert! Rupiah Sejengkal Lagi Sentuh Rp 15.000/US$

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah kian mendekati level Rp 15.000/US$ setelah kalah telak dari dolar Amerika Serikat sepanjang pekan ini. Rupiah tak mampu sekali pun menang melawan dolar dari lima hari perdagangan hari ini.
Pada penutupan perdagangan kemarin (1/7/2022) rupiah berada di Rp 14.935/US$, melemah 0,27% di pasar spot. Dalam sepekan rupiah tercatat melemah 0,61%. Selain itu, rupiah juga mencatat pelemahan 4 pekan beruntun dengan total sekitar 3,5%.
Rupiah dibombardir sepanjang pekan. Berita dari dalam dan luar negeri tidak bersahabat bagi mata uang Garuda tersebut.
Dari dalam negeri, rilis data inflasi Indonesia memberikan tekanan bagi rupiah hari ini. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono melaporkan inflasi pada Juni 2022 tercatat 0,61% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Inflasi tahun kalender adalah 3,19%
Secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi Juni 2022 berada di 4,35%. Lebih tinggi dibandingkan Mei 2022 yang 3,55% sekaligus jadi yang tertinggi sejak Juni 2017.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi secara bulanan sebesar 0,44%. Sedangkan inflasi tahunan 'diramal' 4,15%. Kenaikan inflasi tersebut juga lebih tinggi dari konsensus Trading Economics sebesar 4,17%, tetapi jika dilihat inflasi inti justru lebih rendah.
Biasanya ketika inflasi tumbuh akan menjadi kabar baik bagi negara yang sedang berkembang karena bisa menjadi indikasi meningkatnya daya beli masyarakat.
Akan tetapi beda dengan kali ini yang pemicunya buka dari sisi demand atau daya beli, tapi dari sisi supply. Tingginya harga bahan baku akibat tingginya harga komoditas dan kendala pasokan mendorong inflasi melambung.Bukannya untung, malah jadi buntung.
Inflasi Indonesia diperkirakan belum akan mereda pada paruh kedua tahun ini. Pemulihan ekonomi dalam negeri akan mendorong sisi permintaan sehingga tekanan inflasi, terutama inflasi inti akan meningkat.
BPS melaporkan inflasi inti tumbuh 2,63% (yoy) dari sebelumnya 2,58% (yoy), sementara konsensus di Trading Economics memperkirakan sebesar 2,72% (yoy).
Inflasi berisiko semakin meninggi, Bank Indonesia masih belum terburu-buru untuk menaikkan suku bunga.
"Inflasi inti rendah dan ruang BI untuk tidak buru-buru menaikkan suku bunga," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam rapat Banggar, Jumat (1/7/2022).
BI, lanjut Perry tetap fokus dalam menjaga pertumbuhan ekonomi. Dalam hal normalisasi BI telah menempuh kebijakan kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) secara progresif.
"Suku bunga kami pertahankan sampai ada kenaikan-kenaikan inflasi yang fundamental terutama inflasi inti," pungkasnya.
Meski demikian, kenaikan inflasi tetap berisiko tinggi terhadap kestabilan ekonomi Indonesia.
Sebagai catatan, inflasi saat ini masih ditopang oleh harga bahan bakar minyak terutama RON 90 atau Pertalite yang harganya belum disesuaikan. Selisih harga jual dengan harga keekonomiannya masih memiliki selisih hingga Rp 5.000/liter lebih.
Jika nanti ada penyesuaian, inflasi bisa saja makin melambung. Tiap kenaikan harga BBM 10%, laju inflasi akan terdongkrak sekitar 0,4%.