Awal Semester 2, Bursa Asia Dibuka Cerah! IHSG Bakal Aman?
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung menguat pada perdagangan Jumat (1/7/2022), di tengah sikap investor yang menanti rilis data aktivitas manufaktur China versi Caixin pada periode Juni 2022.
Indeks Nikkei Jepang dibuka menguat 0,2%, Shanghai Composite China naik tipis 0,06%, Straits Times Singapura bertambah 0,12%, ASX 200 Australia melaju 0,59%, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,44%.
Sementara untuk indeks Hang Seng Hong Kong tidak dibuka karena sedang libur nasional memperingati Hari Pembentukan Wilayah Administratif Khusus Hong Kong.
Dari China, data aktivitas manufaktur yang tercermin pada Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Manager's Index/PMI) periode Juni 2022 versi Caixin akan dirilis pada hari ini pukul 09:45 waktu setempat.
Pelaku pasar dalam polling Tradingeconomics memperkirakan PMI manufaktur China versi Caixin pada bulan ini naik menjadi 50,5, dari sebelumnya pada Mei lalu di angka 48,1.
PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawah 50 artinya kontraksi, sementara di atasnya ekspansi.
Sebelumnya pada perdagangan kemarin, data PMI manufaktur China periode Juni 2022 versi NBS dilaporkan naik menjadi 50,2, dari sebelumnya pada bulan lalu di angka 49,6.
Naiknya kembali PMI manufaktur China versi NBS ke zona ekspansi terjadi karena pemerintah setempat telah memperlonggar penguncian ketat di Shanghai, mendorong pertumbuhan produksi dan pesanan baru.
Sementara itu dari Jepang, sentimen pada produsen besar memburuk pada periode April-Juni, menurut survei sentimen bisnis tankan kuartalan bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ). Indeks utama untuk sentimen produsen besar berada di angka 9, turun dari pembacaan kuartal I-2022 di angka 14.
Bursa Asia-Pasifik yang cenderung menguat terjadi di tengah lesunya kembali bursa saham Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis kemarin, karena investor masih mengkhawatirkan kondisi makroekonomi global.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,82% ke posisi 30.775,43, S&P 500 merosot 0,88% ke 3.785,38, dan Nasdaq Composite ambruk 1,33% ke 11.028,74.
Sementara itu, indeks belanja konsumsi perorangan (Personal Consumption Expenditures/PCE) naik 4,7% pada Mei atau melambat 0,2 persen poin secara bulanan dan lebih moderat dari ekspektasi pasar dalam polling Dow Jones yang memprediksi angka 4,8%.
Indeks PCE dijadikan tolak ukur bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk mengukur tingkat inflasi.
The Fed telah mengambil langkah yang agresif untuk meredam inflasi yang menyentuh level tertinggi sejak 40 tahun.
Kebijakan ini memicu kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun, di mana yield Treasury tenor 10 tahun saat ini berada di kisaran 3%.
Presiden The Fed, Cleveland Loretta Mester mengatakan menyetujui kenaikan 75 basis poin (bp) pada suku bunga acuan di pertemuan Juli jika kondisi ekonomi saat ini bisa bertahan. Pada awal Juni, The Fed menaikkan suku bunga menjadi 3,5% dan menjadi kenaikan terbesar sejak 1994.
Investor cemas terhadap keagresifan The Fed akan membawa ekonomi AS ke jurang resesi.
"Kami tidak percaya pasar saham telah menyentuh level terendahnya dan kami melihat penurunan akan berlanjut. Investor sebaiknya memegang uang tunai yang banyak sekarang," kata Ketua Sanders Morris Harris George Ball dikutip CNBC International.
Sementara itu dari data ketenagakerjaan, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan klaim untuk tunjangan pengangguran turun menjadi 231.000 yang disesuaikan secara musiman untuk pekan yang berakhir 25 Juni 2022, dari sebelumnya pada pekan lalu sebesar 233.000.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)