
Konsumen di Amerika Jadi Tak "Pede", Rupiah Kena Getahnya!

Jakarta, CNBC Indonesia - Memburuknya sentimen pelaku pasar membuat rupiah kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Rabu (29/6/2022). Kabar buruk datang lagi dari Amerika Serikat yang membuat pasar finansial tertekan.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,03% ke Rp 14.840/US$. Bukannya tanpa perlawanan, rupiah malah sempat menguat hingga menyentuh Rp 14.800/US$, sebelum kembali melemah 0,1% ke Rp 14.850/US$ pada pukul 9:12 WIB.
Tanda-tanda rupiah akan melemah sudah terlihat dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) pagi ini. Posisinya lebih lemah ketimbang beberapa saat setelah penutupan perdagangan kemarin.
Periode | Kurs Selasa (28/6) pukul 15:13 WIB | Kurs Rabu (29/6) pukul 8:51 WIB |
1 Pekan | Rp14.808,7 | Rp14.838,5 |
1 Bulan | Rp14.820,5 | Rp14.830,0 |
2 Bulan | Rp14.831,2 | Rp14.850,0 |
3 Bulan | Rp14.856,5 | Rp14.858,0 |
6 Bulan | Rp14.902,7 | Rp14.904,0 |
9 Bulan | Rp14.947,8 | Rp14.964,0 |
1 Tahun | Rp15.027,3 | Rp15.081,0 |
2 Tahun | Rp15.411,1 | Rp15.422,9 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Ambrolnya bursa saham AS (Wall Street) pada perdagangan Selasa waktu setempat menjadi indikasi memburuknya sentimen pelaku pasar. Indeks Dow Jones turun 1,6%, S&P 500 2% dan Nasdaq jeblok nyaris 3%.
Saat aset-aset berisiko jeblok, indeks dolar AS kembali menanjak. Kemarin, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini melesat 0,55%, setelah menurun dalam dua hari beruntun.
Kabar buruk datang dari konsumen AS yang kini tidak pede menatap perekonomian. Conference Board kemarin melaporkan tingkat keyakinan konsumen Juni merosot menjaid 98,7, dari bulan sebelumnya 103,3. Penurunan tersebut membawa tingkat keyakinan konsumen ke titik terendah dalam 16 bulan terakhir.
Angka di bawah 100 menunjukkan konsumen pesimistis, sementara di atasnya optimistis.
"Prospek konsumen semakin suram akibat kekhawatiran akan inflasi, khususnya kenaikan harga gas dan makanan. Ekspektasi kini turun ke bawah 80, mengindikasikan pertumbuhan yang lebih lemah di semester II-2022, begitu juga adanya peningkatan risiko resesi di akhir tahun," kata Lyyn Franco, direktur ekonomi Conference Board.
Saat tingkat keyakinan konsumen merosot, ekspektasi inflasi justru meroket. Conference Board menunjukkan ekspektasi inflasi dalam 12 bulan ke depan mencapai 8%, tertinggi sejak data mulai dikumpulkan pada Agustus 1987.
Tingginya ekspektasi inflasi tersebut membuat pasar melihat The Fed bisa semakin agresif dalam menaikkan suku bunga. Dolar AS pun perkasa.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
