
BTC Mulai Mantul! Beneran Naik atau Cuma Dead Cat Bounce Nih?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga cryptocurrency dengan nilai pasar terbesar di dunia, Bitcoin tampak mulai menunjukkan tajinya lagi.
Harga Bitcoin sudah berada di atas US$ 21.000/BTC. Harga token kripto yang diciptakan oleh seorang dengan pseudonym Satoshi Nakamoto ini telah menguat 19% sepekan terakhir.
Penguatan tersebut terjadi setelah Bitcoin menyentuh harga terendah sepanjang tahun ini sekaligus sejak Desember 2020 di US$ 17.777/BTC pada 18 Juni 2022.
Perlu diketahui, harga penutupan tertinggi Bitcoin di tahun ini berada di US$ 47.971/BTC pada 28 Maret 2022.
Hanya dalam kurun waktu kurang dari 3 bulan saja, nilai kapitalisasi pasar BTC sudah ambrol 63%. Secara teknis, harga Bitcoin sudah memasuki tren bearish.
Tren penurunan harga Bitcoin yang juga diikuti oleh token kripto lain disebabkan oleh beberapa faktor baik dari sisi makroekonomi maupun aspek terkait fundamentalnya.
Dari sisi ekonomi, tren inflasi yang terus meningkat membuat bank sentral dunia pun mulai mengetatkan kebijakan moneter berupa kenaikan suku bunga secara agresif.
The Fed selaku bank sentral AS merupakan salah satunya. Di awal tahun the Fed masih menahan suku bunga acuan Federal Funds Rate (FFR) di kisaran 0%.
Namun hingga pertemuan terakhir Komite Pengambil Kebijakan (FOMC) the Fed bulan Juni lalu target FFR dinaikkan menjadi kisaran 1,5-1,75%.
Kenaikan suku bunga acuan di AS membuat dolar AS menguat. Alhasil mata uang negara lain maupun Bitcoin serta berbagai token kripto yang digadang-gadang sebagai pengganti uang fiat pun menjadi tumbal atas keperkasaan greenback.
Di sisi lain aspek fundamental berbagai token kripto menjadi perhatian investor. Pasalnya berbagai skandal yang membayangi ekosistem kripto sedang banyak.
Mulai dari adanya aksi pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan sekelas Coinbase dan BlockFi hingga masalah solvabilitas pada beberapa kripto yang membuatnya tidak stabil dan menjadi katalis negatif untuk kripto lain termasuk Bitcoin.
Harga Bitcoin memang mengalami rebound setelah turun ke bawah US$ 20.000/BTC. Namun di tengah kondisi yang tak bersahabat seperti sekarang, investor cenderung menghindari risiko besar dengan memilih wait and see terlebih dahulu.
Kenaikan harga Bitcoin yang terjadi baru-baru ini kemungkinan disebabkan oleh aksi borong investor karena harganya sudah terkoreksi parah.
Selain itu ada pula ketakutan bahwa kenaikan kali ini hanya merupakan dead cat bounce atau istilah di mana terjadinya kenaikan suatu aset secara sementara sebelum melanjutkan tren penurunannya.
Dalam waktu singkat, Bitcoin memang memiliki peluang kenaikan yang cukup terbuka. Namun jika harus kembali ke level tertinggi tahun ini, butuh katalis yang kuat seperti anjloknya dolar AS agar bisa terwujud.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(RCI/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 5 Crypto Paling Cuan Sepekan, Punya Kamu Ada?