Akhir Pekan Investor Masih Memburu SBN, Harganya Menguat Lagi

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
24 June 2022 19:12
Sun, Ilustrasi Oligasi
Foto: Sun, Ilustrasi Oligasi

Jakarta, CNBCIndonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat pada perdagangan Jumat (24/6/2022) akhir pekan ini, menandakan investor masih ada rasa khawatir dengan kondisi global saat ini.

Mayoritas investor ramai memburu SBN pada hari ini, ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield). Hanya SBN tenor 15, 20, dan 30 tahun yang cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan kenaikan yield dan pelemahan harga.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 15 tahun naik 0,4 basis poin (bp) ke 7,496%, sedangkan yield SBN bertenor 20 tahun juga naik 0,5 bp ke 7,298%, dan yield SBN berjatuh tempo 30 tahun menguat 4,6 bp ke 7,41%.

Sementara untuk yield SBN bertenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara kembali melemah 5,2 bp ke 7,379% pada perdagangan hari ini.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), yield obligasi pemerintah AS (US Treasury) cenderung berbalik menguat pada pagi hari ini waktu AS.

Dilansir dari CNBC International, yield Treasury tenor 10 tahun menguat 3,6 bp ke level 3,106% pada pagi hari ini waktu AS, dari sebelumnya pada perdagangan Kamis kemarin di 3,07%.

Sebelumnya pada Kamis kemarin, yield Treasury tenor 10 tahun sempat melemah 7 bp menjadi 3,089%, atau level terendah dalam dua pekan terakhir.

Pelaku pasar semakin khawatir bahwa pengetatan moneter yang agresif dapat menyebabkan ekonomi terbesar dunia itu mengalami resesi.

Ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), Jerome Powell di akhir pertemuan dengan Kongres menegaskan kembali bahwa The Fed "berkomitmen kuat" untuk mendinginkan tingkat inflasi yang melonjak.

"Di The Fed, kami memahami kesulitan yang disebabkan oleh inflasi yang tinggi," kata Powell kepada Komite Perbankan Senat pada Rabu lalu.

"Kami sangat berkomitmen untuk menurunkan inflasi, dan kami bergerak cepat untuk melakukannya," tambah Powell.

Pekan lalu, The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bp), menjadi kenaikan terbesar sejak 1994, tetapi diperkirakan pengetatan agresif dapat memberikan tekanan lebih lanjut pada pertumbuhan ekonomi.

Beberapa perusahaan bank di Wall Street pekan ini meningkatkan proyeksi mereka akan peluang terjadinya resesi di AS. UBS meningkatkan kemungkinan resesi menjadi 69%, menunjuk pada laporan yang lemah di sektor perumahan, produksi industri dan barang modal.

Sedangkan Citigroup menunjukkan penurunan belanja konsumen yang terjadi pasca keputusan The Fed dapat meningkatkan kemungkinan resesi menjadi 50%.

Sementara untuk Goldman Sachs mengatakan kemungkinan pelemahan ekonomi "lebih tinggi dan lebih cepat" daripada sebelumnya, meningkatkan kemungkinan resesi AS menjadi 30%, naik dari 15%, selama tahun depan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular