
"Tsunami" Inflasi Sampai ke Singapura, Dolarnya Apa Kabar?

Jakarta, CNBC Indonesia - "Tsunami" inflasi sudah sampai ke negara tetangga, Singapura. Data yang dirilis pada hari ini menunjukkan inflasi pada Mei kembali menanjak setelah sempat melandai bulan sebelumnya.
Meski inflasi terus menanjak, tidak serta merta membuat dolar Singapura menguat melawan rupiah.
Memang inflasi yang terus menanjak membuat Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) berpeluang kembali mengetatkan kebijakan moneternya yang berdampak positif bagi mata uangnya. Tetapi di sisi lain, semakin tinggi inflasi, maka daya beli masyarakat akan menurun dan berdampak buruk ke perekonomian.
Pada perdagangan Kamis (23/6/2022) pukul 12:09 WIB, dolar Singapura diperdagangkan di level Rp 10.763/SG$, merosot 0,4% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Data yang Biro Statistik Singapura siang ini menunjukkan inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) tumbuh 5,6% year-on-year (yoy), dari bulan sebelumnya 5,4% (yoy). Inflasi tersebut merupakan yang tertinggi dalam lebih dari satu dekade terakhir, tepatnya sejak November 2011.
Inflasi inti juga semakin menanjak menjadi 3,6% (yoy) dibandingkan April 3,3% (yoy).
Tingginya inflasi tersebut membuat MAS hingga saat ini sudah mengetatkan kebijakan moneternya sebanyak 3 kali.
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) masih enggan menaikkan suku bunga yang membuat dolar Singapura di pekan ini menembus Rp 10.700/SG$, rekor termahal sepanjang 2022.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Juni 2022 mulai pukul 14:00 WIB nanti. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan bertahan di 3,5%. Dari 13 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut hanya satu yang memproyeksi BI akan menaikkan suku bunga acuan bulan ini.
Bila BI nantinya memang tetap mempertahankan BI 7-DRRR berarti suku bunga acuan sebesar 3,5% akan bertahan selama 16 bulan terakhir. Level 3,5% adalah suku bunga acuan terendah dalam sejarah Indonesia.
Perry juga memberikan sinyal tidak ada kenaikan suku bunga acuan dalam waktu dekat. Arah kebijakan suku bunga masih tertuju mendorong perekonomian.
"Kebijakan moneter akan terus pro-stability. Dengan inflasi yang rendah, kita tidak perlu terburu-buru untuk menaikkan suku bunga," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam acara Bank Dunia, Rabu (22/6/2022).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar Singapura Liar Pekan Ini, Efek Pengetatan Moneter?
