Sempat Ambruk 1% Lebih, IHSG Bangkit & Finish di Zona Hijau

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Senin, 20/06/2022 15:51 WIB
Foto: IHSG Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil ditutup di zona hijau pada perdagangan Senin (20/6/2022), setelah sempat ambles lebih dari 1% pada awal perdagangan sesi I hari ini.

Indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut ditutup menguat 0,57% ke posisi 6.976,377. Meski berhasil menguat, tetapi IHSG belum mampu kembali menyentuh zona psikologisnya di 7.000.

Pada awal perdagangan sesi I, IHSG dibuka menguat 0,11% di 6.944,32. Namun selang 48 menit setelah dibuka, IHSG ambles hingga 1% lebih dan menyentuh zona psikologis 6.800.


Pada pembukaan perdagangan sesi II hari ini, IHSG langsung mencoba berbalik arah dan berhasil menyentuh zona hijau sekitar pukul 14:00 WIB. Posisi penutupan perdagangan hari ini menjadi zona tertinggi intraday IHSG pada hari ini.

Nilai transaksi indeks pada hari ini mencapai sekitaran Rp 15 triliun dengan melibatkan 28 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,3 juta kali. Sebanyak 239 saham menguat, 273 saham melemah, dan 172 saham stagnan.

Namun, investor asing melakukan penjualan bersih (net sell) sebesar Rp 842,84 miliar di pasar reguler pada perdagangan hari ini.

Asing melakukan penjualan bersih di saham PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) sebesar Rp 442,2 miliar dan di saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) sebesar Rp 180,2 miliar.

Dari pergerakan sahamnya, saham MDKA ditutup melejit 10,98% ke harga Rp 4.550/unit. Sedangkan saham TLKM berakhir merosot 1,94% ke posisi Rp 4.040/unit.

Sebaliknya, pembelian bersih dilakukan asing di saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar Rp 218,1 miliar dan di saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) sebesar Rp 85,2 miliar.

Saham BBCA ditutup melonjak 1,67% ke harga Rp 7.625/unit, sedangkan saham UNVR berakhir terbang 8,06% ke posisi Rp 5.025/unit.

IHSG yang sempat terkoreksi kemudian berhasil rebound terjadi di saat kondisi global yang masih belum menentu, membuat investor cenderung masih berhati-hati untuk belanja saham.

Dari bursa Asia-Pasifik, pada hari ini pergerakannya terpantau bervariasi, di mana indeks Nikkei Jepang melemah 0,74%, Shanghai Composite China turun tipis 0,04%, ASX 200 Australia terkoreksi 0,64%, dan KOSPI masih ambruk 2,04%.

Sedangkan indeks Hang Seng Hong Kong menguat 0,42%, Straits Times Singapura naik tipis 0,01%, dan IHSG juga menghijau.

Dari Amerika Serikat (AS), pada perdagangan akhir pekan lalu, bursa saham AS atau Wall Street secara mayoritas menguat. Hanya indeks Dow Jones yang masih melemah 0,13%.

Sedangkan indeks S&P 500 dan Nasdaq berhasil rebound. S&P 500 menguat 0,22%, sedangkan Nasdaq melonjak 1,43%.

Namun, secara keseluruhan, S&P masih anjlok 5,8% sepanjang pekan lalu. Pelemahan tersebut adalah yang terbesar sejak Maret 2020 atau saat periode awal pandemi Covid-19.

Dow Jones sepanjang pekan lalu juga masih ambles 4,8%, yang merupakan penurunan terbesar sejak Oktober 2020. Pada Kamis pekan lalu, untuk pertama kalinya sejak Januari 2021, Dow Jones juga ditutup di bawah 30.000.

"Pekan ini bisa dibilang brutal... Saya bilang kita sedang mengalami resesi... ini resesi ringan, bukan resesi resmi menurut definisi NBER, pastinya belum, tapi semester pertama ini pertumbuhan ekonomi sudah negatif," tutur profesor Wharton Business School Jeremy Siegel kepada CNBC International.

Bursa AS menjalani pekan yang sangat berat pada pekan lalu dipicu kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), tingginya inflasi, dan ancaman resesi.

Lonjakan inflasi membuat pasar khawatir The Fed akan mengambil kebijakan yang lebih agresif. Kebijakan tersebut dikhawatirkan bisa memukul perekonomian AS dan membawa Paman Sam ke lembah resesi.

Kekhawatiran resesi semakin kuat setelah indikator ekonomi AS yang dikeluarkan pada pekan lalu memburuk, termasuk penjualan ritel dan pembangunan rumah baru.

Penjualan ritel dan layanan konsumsi makanan terkontraksi 0,3% (month-to-month/mtm) pada Mei tahun ini. Data ini di bawah ekspektasi pasar yang memproyeksikan penjualan bakal tumbuh 0,1%.

Data tersebut juga berbanding terbalik dibandingkan yang tercatat di April di mana penjualan ritel dan layanan konsumsi makanan masih tumbuh 0,7%.

Sementara itu, pembangunan rumah baru di AS melemah 14,4% pada Mei menjadi 1,55 juta. Pembangunan rumah baru tersebut menjadi yang terendah sejak April 2020.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: PHK Mengancam, Saham Ini Bisa Jadi Sumber Cuan Darurat