Kripto Hancur, Krisis Efek Lehman-Brothers Bisa Terulang?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
Senin, 20/06/2022 14:10 WIB
Foto: Ilustrasi Cryptocurrency (Photo by Art Rachen on Unsplash)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi bear market di aset kripto diprediksi masih akan terjadi dalam beberapa hari kedepan karena kondisi makroekonomi global yang belum pulih.

Pelaku pasar di kripto pun cenderung mengalami kerugian yang cukup besar akibat kejatuhan yang kedua kalinya pada pekan lalu.

Bahkan, kejatuhan kripto membuat sebagian besar perusahaan terkait kripto baik bursa kripto, perusahaan analitik kripto, maupun sebagainya mulai memangkas karyawannya.


Kekacauan itu telah menakuti investor, menghapus nilai kripto lebih dari US$ 2 triliun hanya dalam beberapa bulan saja, dan menghapus tabungan hidup para trader ritel yang bertaruh besar pada proyek-proyek kripto yang dianggap sebagai investasi relatif aman.

Selain itu, penurunan kekayaan yang tiba-tiba di beberapa orang terkaya dari kripto telah memicu kekhawatiran bahwa crash crypto dapat membantu memicu resesi yang lebih luas.

Namun, beberapa ekonom dan bankir cenderung tidak khawatir bahwa crash kripto dapat menyebabkan krisis seperti di tahun 2008 akibat colaps-nya bank investasi di AS yakni Lehman Brothers.

Mereka beranggapan demikian karena pasar kripto sejatinya tidak terikat secara langsung dengan utang dan hal-hal lainnya.

"Orang-orang tidak benar-benar menggunakan kripto sebagai jaminan untuk hutang dunia nyata. Tanpa itu, ini hanya banyak kerugian kertas. Jadi ini adalah daftar masalah ekonomi yang rendah," kata Joshua Gans, seorang ekonom di University of Toronto, dikutip dari CNBC International.

Tidak Terikat Dengan Utang Secara Langsung

Di aset selain kripto, nilainya diharapkan tetap cukup stabil selama beberapa periode waktu. Oleh karena itu, aset yang dimiliki tersebut kemudian dapat dijadikan sebagai jaminan untuk meminjam uang.

"Apa yang belum Anda lihat dengan aset kripto, hanya karena volatilitasnya, adalah proses yang sama di mana Anda dapat menggunakannya untuk membeli aset dunia nyata lainnya atau aset keuangan yang lebih tradisional dan meminjam dari dasar itu," ujar Gans.

"Sejatinya memang ada beberapa investor berinvestasi kripto dengan menggunakan utang. Tetapi hal tersebut hanya relatif lebih kecil dibandingkan dengan mayoritas investor yang mengoleksi kripto menggunakan dananya sendiri," tambah Gans.

Memang ada perusahaan yang menggunakan pinjaman dalam bentuk kripto yakni MicroStrategy, tetapi mereka menggunakan pinjaman hanya khusus di industri kripto saja.

Menurut riset terbaru dari Morgan Stanley, pemberi pinjaman kripto sebagian besar telah meminjamkan kepada investor dan perusahaan kripto. Tetapi, risiko limpahan dari penurunan harga kripto ke sistem perbankan dolar AS fiat cenderung terbatas.

Bahkan, beberapa pemodal ventura menunjukkan bahwa sebagian besar kepemilikan aset digitalnya tidak bersifat institusional.

Lembaga perbankan, utamanya di AS memang sudah mulai menerima aset kripto sebagai salah satu produknya, tetapi proporsinya masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan produk utamanya yakni tabungan atau kredit dalam nominal mata uang biasa, sehingga lembaga perbankan tidak terlalu terpengaruh terhadap kejatuhan pasar kripto.

"Tentu saja ada beberapa bank dan lembaga keuangan lainnya yang telah menyatakan minatnya pada aset kripto dan mereka telah mengadopsinya di salah satu produknya. Tetapi pada kenyataannya, tidak banyak bank mengharapkan dari investasi kripto," jelas Gans, mencatat bahwa bank memiliki seperangkat peraturan dan kebutuhan mereka sendiri untuk memastikan bahwa segala sesuatunya merupakan investasi yang tepat.


(chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: "Panas" AS-China & Aksi The Fed Bikin Bitcoin Berpesta

Pages