Sempat Hijau, Mayoritas Bursa Asia Berakhir Merah
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik ditutup bervariasi pada perdagangan Kamis (16/6/2022), di mana pelaku pasar global masih mengevaluasi kebijakan moneter terbaru dari bank sentral Amerika Serikat (AS).
Indeks Hang Seng Hong Kong, Shanghai Composite China, Straits Times Singapura, dan ASX 200 Australia berakhir di zona merah pada hari ini. Hang Seng memimpin koreksi yakni ambruk 2,17% ke posisi 20.845,43.
Beberapa saham teknologi China yang terdaftar di bursa Hong Kong menjadi pemberat Hang Seng hari ini. Saham Tencent ambles 3,21%, sedangkan saham Alibaba tergelincir 3,03%, dan saham Netease ambruk 5,29%.
Indeks Shanghai ditutup melemah 0,61% ke 3.285,38, Straits Times terkoreksi 0,27% ke 3.097,43, dan ASX 200 turun 0,15%.
Sementara untuk sisanya yakni indeks Nikkei Jepang ditutup menguat 0,4% ke posisi 26.431,199, KOSPI Korea Selatan naik 0,16% ke 2.451,41, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terapresiasi 0,62% ke 7.050,326.
Dari Australia, pasar tenaga kerja terlihat masih kuat meski bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) sudah menghentikan stimulus moneter dan menaikkan suku bunga sebanyak dua kali.
Data dari Biro Statistik Australia pagi ini menunjukkan tingkat pengangguran pada Juni tetap sebesar 3,9% dari bulan sebelumnya. Tetapi, sepanjang bulan lalu perekonomian Australia mampu menyerap 60,6 ribu tenaga kerja, lebih banyak dari bulan sebelumnya yang hanya 4.500 orang, dan jauh lebih tinggi dari konsensus di Trading Economics sebanyak 25 ribu orang.
Investor global bereaksi terhadap keputusan Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) untuk menaikkan suku bunga acuan ke kisaran 1,5%-1,75% dan menjadi titik tertinggi sejak pandemi Covid-19 di Maret 2020.
"Sudah jelas, kenaikan 75 basis poin meski tidak umum dan saya tidak berharap tindakan tersebut menjadi biasa," tutur Ketua The Fed Jerome Powell dikutip dari CNBC International.
Dia juga mengharapkan kenaikan 50 atau 75 basis poin pada pertemuan selanjutnya di Juli. Namun, keputusan akan dibuat setiap pertemuan dan The Fed akan terus berkomunikasi rencananya secara jelas.
Di lain sisi, The Fed juga memangkas proyeksi Produk Domestik Bruto (PDB) AS pada tahun ini ke 1,7% dari 2,8% prediksinya di Maret lalu. Sementara itu, proyeksi inflasi naik ke 5,2% tahun ini dari 4,3%, tapi The Fed memprediksikan inflasi akan melandai di 2023.
Langkah The Fed untuk menaikkan suku bunganya lebih cepat membuat bursa saham di Wall Street reli karena memberikan investor keyakinan bahwa The Fed sungguh-sungguh berkomitmen untuk menjinakkan inflasi dan sesuai dengan ekspektasi pasar. Sehingga, keputusan The Fed untuk agresif menaikkan suku bunga demi meredam inflasi disambut baik pelaku pasar.
Hal ini juga dapat dilihat dari Indeks ketakutan (VIX) yang mengalami penurunan drastis sebesar 3 poin ke 29,6. Penurunan indeks ketakutan tersebut menunjukkan sentimen pelaku pasar yang semakin membaik.
Kenaikan suku bunga akan menurunkan jumlah uang beredar. Ini akan mengerem laju inflasi, karena pada dasarnya inflasi adalah penurunan nilai uang terhadap barang dan jasa. Saat jumlah uang beredar turun, diharapkan nilainya kembali naik.
Selain itu, kenaikan suku bunga juga akan menurunkan permintaan karena biaya ekspansi ekonomi menjadi lebih mahal. Saat permintaan turun, maka tekanan kenaikan harga akan berkurang.
Setelah pada perdagangan Rabu kemarin ditutup melonjak, bursa saham Negeri Paman Sam sepertinya akan melanjutkan penguatannya pada hari ini. Kontrak berjangka (futures) indeks bursa AS berangsur pulih di perdagangan hari ini, setelah perdagangan yang penuh gejolak.
Hingga kini, bank sentral di seluruh dunia sedang mencari cara untuk meredam inflasi tanpa menyebabkan perlambatan pada pertumbuhan ekonomi dan menekan mata uangnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)