Rupiah 'Melemah' Sentuh Level Terendah, Sinyal Bahaya?

Teti Purwanti, CNBC Indonesia
Kamis, 16/06/2022 08:26 WIB
Foto: cover topik/Pasar Keuangan RI Terguncang_Konten/Aristya Rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat kembali melemah dan sempat menyentuh titik terendah dalam 18 bulan terakhir.

Nilai tukar rupiah melemah tiga hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (15/6/2022), jelang langkah bank sentral AS (The Fed) yang akan mengumumkan kebijakan moneternya. 

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% ke Rp 14.685/US$, tetapi tidak lama langsung balik melemah. Rupiah sempat menyentuh Rp 14.758/US$, melemah 0,43%.


Pada penutupan perdagangan Rabu, posisi rupiah sedikit membaik menjadi Rp 14.740/US$, atau melemah 0,31% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Dalam 3 hari, rupiah tercatat melemah 1,3%.

Pada Rabu malam, bank sentral AS (The Fed) mengumumkan kebijakan moneternya. Sesuai prediksi pasar, The Fed menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin menjadi 1,5-1,75%. Menjadi kenaikan terbesar sejak 1994, akibat inflasi yang semakin tinggi.

Jumat pekan lalu CPI di Amerika Serikat (AS) masih terus menanjak, pada Mei 2022 tercatat melesat 8,6% year-on-year (yoy). Inflasi tersebut naik dari bulan sebelumnya 8,3% (yoy) dan menjadi rekor tertinggi sejak 1981.

Inflasi CPI di Amerika Serikat sepertinya masih akan terus tinggi dalam beberapa waktu ke depan. Hal ini tidak lepas dari inflasi produsen (producer price index/PPI) yang masih tinggi. Ketika inflasi produsen tinggi, maka harga ke konsumen juga akan meningkat. Hal ini akan berdampak pada inflasi CPI.

Biro Statistik AS Selasa kemarin melaporkan PPI di bulan Mei tumbuh 0,5% month-to-month (mtm), dan 10,8% (yoy). PPI secara tahunan sebenarnya sudah turun dalam dua bulan beruntun, tetapi masih dekat rekor tertinggi sepanjang masa 11,5% (yoy) yang tercatat pada Maret lalu.

Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) pada Rabu mengumumkan nilai impor Indonesia bulan lalu sebesar US$ 18,61 miliar. Naik 30,74% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Sementara ekspor pada Mei 2022 tercatat US$ 21,51 miliar. Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia masih surplus US$ 2,9 miliar. Surplus tersebut lebih rendah dari bulan sebelumnya US$ 7,56 miliar, juga dari konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 13 lembaga yang memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Mei akan mencapai US$ 3,57 miliar.

Meski demikian, neraca perdagangan Ibu Pertiwi terjaga surplus selama 25 bulan beruntun, yang bisa menjaga transaksi berjalan tetap surplus.

Transaksi berjalan menjadi penting untuk menjaga kinerja rupiah, sebab menunjukkan arus devisa ke dalam negeri yang tidak gampang datang dan pergi.


(vap/vap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: IHSG Menguat, Pasar Modal RI Masih Jadi Pilihan Investor