
Mahal! Dolar Singapura Mata Uang Paling Diburu di Malaysia

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura kembali naik melawan rupiah hingga sempat menembus Rp 10.600/SG$. Melawan ringgit, dolar Singapura juga mengalami kenaikan, bahkan mencetak rekor tertinggi sepanjang masa akhir Mei lalu.
Pada perdagangan Rabu (15/6/2022), pukul 11:06 WIB, dolar Singapura diperdagangkan di kisaran Rp 10.589/SG$, menguat 0,45% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Pagi tadi, nilainya sempat menyentuh Rp 10.604/SG$ yang merupakan level tertinggi sejak 2 Juni lalu.
Sementara itu melawan ringgit, dolar Singapura berada di kisaran MYR 3,1726/SG$ atau menguat tipis 0,05%.
Melansir The Star, di Malaysia, dolar Singapura menjadi mata uang yang paling diburu sejak April, bersama baht Thailand. Hal tersebut membuat nilainya melesat hingga mencetak rekor tertinggi sepanjang masa MYR 3,2055/SG$ pada 24 Mei lalu.
Keyasudeen Mohd Furuskhan, money changer, di Malaysia mengatakan peningkatan permintaan dolar Singapura sebagai kebutuhan untuk mengunjungi keluarga dan pendidikan di Negeri Merlion.
Selain itu, permintaan dolar Singapura juga meningkat di tengah gejolak pasar finansial saat ini. Bank sentral Amerika Serikat (AS) yang akan menaikkan suku bunga di pekan ini membuat pasar finansial bergejolak, rupiah dan ringgit sebagai mata uang emerging market terkena dampaknya.
The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin, menjadi 1,5% - 1,75%, lebih besar dari ekspektasi kenaikan sebelumnya 50 basis poin.
Kenaikan tersebut akan menjadi yang terbesar dalam nyaris tiga dekade terakhir. Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat probabilitas kenaikan 75 basis poin sebesar 96%.
Selain itu dari dalam, kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) yang diperkirakan akan kembali melonjak di Indonesia.
Hal ini terjadi akibat penyebaran varian baru subvarian Omicron BA.4 dan BA.5.
Kenaikan kasus tersebut diperkirakan akan terus meningkat hingga satu bulan ke depan.
"Pengamatan kami ini gelombang BA.4, BA.5 itu biasanya puncaknya tercapai satu bulan setelah penemuan kasus pertama. Jadi harusnya di minggu kedua Juli, minggu ketiga Juli, kita akan melihat puncak kasus BA.4 dan BA.5 ini," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Budi mengatakan, tingkat penularan BA.4 dan BA.5 diperkirakan hanya sepertiga dari puncak kasus Delta dan Omicron. Pada saat itu, kasus harian akibat varian Delta mencapai 56 ribu, sementara Omicron mencapai 64 ribu per hari.
"Kasus hospitalisasi juga sepertiga dari kasus Delta dan Omicron, sedangkan kasus kematian sepersepuluh dari Delta dan Omicron," jelasnya.
Lonjakan kasus Covid-19 tersebut dikhawatirkan akan membuat pemerintah kembali mengetatkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang bisa membuat roda perekonomian kembali melambat. Hal ini berdampak negatif bagi rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IHSG Ambruk, Kurs Dolar Singapura Cetak Rekor Termahal
