
Bursa Asia Mulai Bangkit, tapi Nikkei Masih Boncos

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik ditutup bervariasi pada perdagangan Selasa (14/6/2022), setelah sempat ambruk pada awal perdagangan hari ini karena investor masih khawatir dengan kondisi makroekonomi global.
Indeks Shanghai Composite China ditutup melesat 1,02% ke posisi 3.288,91, Hang Seng Hong Kong naik tipis 0,41 indeks poin (+0,00%) ke 21.067,99, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,78% ke 7.049,88.
Sedangkan untuk indeks ASX 200 Australia masih cukup parah koreksinya yakni ambruk 3,55% ke posisi 6.686, indeks Nikkei Jepang ambles 1,32% ke posisi 26.629,859, Straits Times Singapura merosot 0,97% ke 3.108,89, dan KOSPI Korea Selatan melemah 0,46% ke 2.492,97.
Pergerakan bursa Asia-Pasifik sudah cenderung membaik, meski beberapa masih mencatatkan koreksi lebih dari 1%, bahkan ada yang masih terkoreksi hingga 3% lebih.
Sebelumnya pada perdagangan Senin kemarin, bursa saham global, baik di Asia-Pasifik, Eropa, dan Amerika Serikat (AS) ditutup terkoreksi cukup parah akibat pelaku pasar yang cenderung khawatir dengan inflasi di AS yang kembali meninggi pada Mei lalu.
Di Benua Kuning dan Hijau kemarin, Indeks Hang Seng, KOSPI, dan Nikkei ambruk lebih dari 3%. Sedangkan Shanghai merosot 0,89%, STI ambles 1,33%, dan IHSG ambrol 1,29%.
Bahkan hingga pagi atau awal perdagangan hari ini, beberapa bursa Asia-Pasifik masih dibuka terkoreksi parah. Namun menjelang siang hari hingga penutupan perdagangan hari ini, beberapa diantaranya sudah mulai berbalik arah ke zona hijau dan beberapa lainnya mulai terpangkas koreksinya.
Di AS pada perdagangan Senin kemarin, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup ambruk 2,79%, S&P 500 anjlok 3,88%, dan Nasdaq Composite longsor 4,68%.
Sedangkan di Eropa pada perdagangan kemarin, indeks DAX Jerman ditutup ambles 2,43%, CAC Prancis anjlok 2,67%, dan FTSE Inggris ambrol 1,53%.
Namun pada perdagangan hari ini, indeks DAX Jerman dibuka melesat 0,87%, CAC Prancis menguat 0,21%, dan FTSE Inggris terapresiasi 0,85%.
Investor khawatir bahwa potensi resesi di AS semakin membesar jelang pertemuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) pada pekan ini.
Ketiga indeks utama Wall Street menyentuh titik terendah barunya setelah Wall Street Journal (WSJ) memproyeksikan bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 0,75% pada Rabu lalu, lebih dari setengah persentase seperti yang diharapkan pasar.
Investor juga merespons negatif dari naiknya kembali imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) pada perdagangan kemarin, di mana yield Treasury 1 tahun hingga 30 tahun kini sudah berada di kisaran 3%.
Kemarin, yield Treasury tenor 10 tahun naik lebih dari 20 basis poin (bp) ke 3,3%, karena investor bertaruh bahwa The Fed akan lebih agresif untuk mengendalikan inflasi. Sedangkan yield Treasury berjangka pendek yakni tenor 2 tahun naik 30 bp ke 3,3%.
Lonjakan yield obligasi jangka pendek meningkatkan sentimen negatif di tengah buruknya situasi psikologis investor akibat inflasi yang kembali memanas jelang pertemuan The Fed pada akhir pekan ini.
Sebagian dari kerugian itu terjadi pada Jumat pekan lalu, setelah Indeks Harga Konsumen (IHK) AS per Mei 2022 dilaporkan sebesar 8,6% secara tahunan (year-on-year/yoy), menjadi yang terpanas sejak Desember 1981. Inflasi inti yang tak memasukkan harga makanan dan energi juga di atas perkiraan sebesar 6%.
Harga bahan bakar minyak (BBM) di AS melonjak ke US$ 5/galon pada pekan lalu, kian mengipasi ketakutan atas inflasi dan jatuhnya kepercayaan konsumen.
Sementara di aset berisiko lainnya yakni pasar kripto, koreksi Bitcoin, Ethereum, dan kripto lainnya semakin memburuk pada hari ini.
Bahkan, Bitcoin dan Ethereum pun menyentuh level terendahnya selama setahun terakhir, di mana Bitcoin menyentuh posisi terendahnya di kisaran US$ 21.000, sedangkan Ethereum menyentuh posisi terendahnya di kisaran US$ 1.100.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perdagangan Perdana di 2024, Bursa Asia Dibuka Beragam
