Emas Agak Aneh, Harga Naik Walau Dolar Bangkit

Maesaroh, CNBC Indonesia
Selasa, 14/06/2022 15:42 WIB
Foto: Emas Batangan di toko Degussa di Singapur, 16 Juni 2017 (REUTERS/Edgar Su)

Jakarta, CNBC Indonesia - Emas tetap menunjukkan kinerja positif di tengah hadangan dolar Amerika Serikat (AS). Pada perdagangan Selasa (14/6/2022) pukul 15:02 WIB, harga emas dunia di pasar spot berada di US$ 1.827,4 per troy ons. Harga emas menguat 0,47%.

Emas terus menguat sejak perdagangan pagi hari ini setelah ambruk 2,8% kemarin. Dalam sepekan, harga emas masih melemah 1,33% secara point to point. Dalam sebulan, harga menguat 0,89% sementara dalam setahun merosot 2,1%.



Penguatan emas ini di luar kebiasaannya. Emas biasanya langsung tidak berdaya menghadapi penguatan dolar AS dan kenaikan yield surat utang pemerintah AS. Namun, hari ini emas tetap perkasa meskipun dolar AS melejit.

Dollar Index pada sore hari ini ada di angka 104,74, level tertingginya dalam 20 tahun terakhir. Yield surat utang pemerintah AS tenor 10 tahun juga melesat ke 3,3%.

Sejumlah analis memperkirakan emas akan kesulitan bersaing dengan dollar AS menjelang pengumuman kebijakan The Fed. Namun, emas saat ini justru menguat.


Analis independen Tai Wong mengatakan penguatan emas salah satunya ditopang buruknya data inflasi AS. Inflasi AS melesat 8,6% pada Mei tahun ini, yang merupakan rekor tertingginya dalam 41 tahun terakhir.

Di satu sisi, inflasi tinggi bisa membuat The Fed semakin hawkish tetapi sejumlah pelaku pasar juga melihat inflasi tinggi sebagai ancaman datangnya resesi. Kekhawatiran resesi inilah yang membantu pergerakan harga emas.

Kendati demikian, analis dari OANDA Edward Moya memperkirakan penguatan emas tidak akan berlangsung lama. Emas diperkirakan tidak mampu menghadapi besarnya sentimen pasar setelah pengumuman The Fed.

"Pelaku pasar yakin The Fed tidak akan mengubah kebijakannya dalam waktu dekat. Orang kini mulai meyakini bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga lebih tinggi dibandingkan perkiraan sebelumnya," tutur Moya, seperti dikutip dari Kitco News.

Moya menjelaskan semula pasar berekspektasi The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps pada Juni dan Juli untuk kemudian mulai mengerem kebijakan hawkish mereka. Namun, dengan inflasi Amerika Serikat yang menembus 8,6% pada Mei maka pelaku pasar meyakini The Fed akan lebih agresif.
Pasar kini berekspektasi bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 75 bps pada Juni dan masih memberlakukan kebijakan hawkish hingga September.

"Volatilitas di pasar akan tetap besar begitu The Fed mengumumkan kenaikan suku bunga. Pasar akan berdebat seberapa agresif The Fed ke depan dan mereka tidak akan lagi membicarakan sinyal The Fed. Kondisi ini akan menjadi bearish bagi emas. Emas mungkin akan tertekan," imbuhnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(mae/mae)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bukti Gonjang-ganjing Trump Bikin Bisnis Tambang Emas Melejit