Bursa Asia Ambruk, Rupanya Ini yang Jadi Penyebabnya
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik ditutup berjatuhan pada perdagangan Senin (13/6/2022) awal pekan ini, karena investor cenderung merespons negatif dari meningginya kembali inflasi di Amerika Serikat (AS) pada bulan lalu.
Indeks Hang Seng Hong Kong dan KOSPI Korea Selatan memimpin koreksi bursa Asia-Pasifik pada hari ini, di mana KOSPI anjlok 3,52% ke posisi 2.504,51 dan Hang Seng ambruk 3,39% ke 21.067,58.
Tak hanya Hang Seng dan KOSPI yang ambruk lebih dari 3%, indeks Nikkei Jepang juga ambruk 3,01% ke posisi 26.987,439. Sedangkan indeks Shanghai Composite China merosot 0,89% ke 3.255,55, Straits Times Singapura ambles 1,33% ke 3.139,35, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir ambrol 1,29% ke 6.995,44.
Sementara untuk indeks ASX 200 Australia pada hari ini tidak dibuka karena sedang libur nasional.
Investor kembali khawatir dengan kondisi pandemi virus corona (Covid-19) di China, setelah pemerintah kota Beijing menangguhkan acara olahraga offline, menunda kembali pembelajaran offline, dan memperketat kontrol lainnya.
Kembali diperketatnya pembatasan kegiatan masyarakat di kota Beijing dilakukan hanya beberapa hari setelah pemerintah setempat melonggarkan pengetatan tersebut.
Namun utamanya, investor di Asia-Pasifik pada hari ini lebih khawatir dengan meningginya kembali inflasi di AS, di mana hal ini juga turut mempengaruhi sentimen pasar di AS dan berimbas ke global pada hari ini.
Sebelumnya pada Jumat pekan lalu, inflasi dari sisi konsumen AS yakni consumer price index (CPI) pada Mei 2022 melesat 8,6% secara tahunan (year-on-year/yoy). Inflasi tersebut naik dari bulan sebelumnya 8,3% (yoy) dan menjadi rekor tertinggi sejak 1981.
Kemudian inflasi inti yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan naik 6% (yoy). Secara bulanan (month-to-month/mtm) inflasi naik 1% dan inflasi inti 0,6% (mtm). Harga energi berkontribusi besar terhadap kenaikan inflasi.
Sepanjang Mei harga energi naik 3,9% dari bulan sebelumnya. Sementara dibandingkan Mei 2021, harga energi melonjak hingga lebih dari 34%. Harga minyak mentah yang masih tinggi saat ini, ada kekhawatiran inflasi masih akan terus meninggi.
Padahal sebelumnya, pelaku pasar sudah memprediksi bahwa inflasi Negeri Paman Sam berpotensi melandai pada bulan lalu, di mana mereka melihat inflasi AS pada April lalu sedikit melandai. Tetapi nyatanya, ekspektasi pasar tersebut pun meleset.
Data inflasi terbaru yang kembali meninggi membuat pasar semakin yakin bahwa bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) akan menaikkan suku bunga secara agresif.
Mengutip CME FedWatch, peluang kenaikan Federal Funds Rate sebesar 50 basis poin (bp) menjadi 1,25-1,5% adalah 76,8%. Bahkan, kenaikan 75 bp ke 1,5%-1,75% juga masuk perhitungan dengan kemungkinan 23,2%.
Sementara itu dari pasar obligasi pemerintah AS (US Treasury), pada jam perdagangan Indonesia, yakni pukul 16:28 WIB, yield Treasury tenor 10 tahun naik 8,1 basis poin (bp) menjadi 3,238%.
Bahkan untuk yield Treasury berjangka pendek yakni tenor 2 tahun melonjak signifikan yakni sebesar 14,6 bp menjadi 3,195%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)