Waspada, 99% Kejahatan Perbankan dari Rekayasa Sosial
Jakarta, CNBC Indonesia - EVP Center of Digital BCA, Wani Sabu mengungkapkan sebanyak 99% kejahatan di perbankan berasal dari social engineering atau rekayasa sosial. Kejahatan tersebut dilakukan dengan memanfaatkan kelemahan nasabah.
Seperti diketahui, belakangan ini marak penipuan melalui telepon atau WhatsApp yang mengatasnamakan pihak bank dan iklan akun bank palsu di media sosial, khususnya di Instagram. Akun-akun tersebut menawarkan program upgrade menjadi nasabah prioritas.
"Rekayasa sosial yang mempengaruhi nasabah kita untuk dibikin happy atau ketakutan atau panik sehingga mereka memberikan data atau akses. Sehingga rekening bisa dibobol," kata Wani Sabu dalam BCA Talk: WASPADA Modus Penipuan Siber Nasabah BCA, Senin (13/6/2022).
Dia menjelaskan, penipuan pertama berupa panggilan dari nomor yang seolah-olah kenalan nasabah. Pihak penelepon menggunakan foto orang yang dikenal nasabah lalu mengaku sebagai rekan mereka.
Dalam hal ini, penelepon menyampaikan sesuatu yang urgen sehingga korban dapat secara mudah dikelabui dengan memberikan data-data pribadi mereka.
Penipuan lainnya adalah dengan menggunakan modus fake caller atau panggilan palsu. Panggilan palsu itu biasanya mengatasnamakan pihak bank, lalu penipu menginformasikan bahwa akun nasabah yang bersangkutan telah diretas.Sehingga, nasabah atau korban bisa panik dan dengan mudah memberikan data-data pribadi mereka.
"Pasti banyak yang bilang kenapa BCA tidak action. Itu ada aplikasi yang bisa membuat fake caller. Itu bukan buat kriminal, tapi buat lucu-lucuan," ungkap Wani.
Modus lainnya adalah mengatasnamakan pihak provider yang digunakan oleh nasabah. Mereka diiming-imingi voucher untuk kemudian diberi pilihan untuk mencairkan voucher tersebut sebagai uang tunai melalui rekening nasabah.
Ketika nasabah menyetujui hal itu, para penipu akan meminta data-data pribadi terkait dengan rekening milik nasabah.
Dalam kesempatan yang sama, VP Transaction Banking Business Development BCA, I Ketut Alam Wangsawijaya mengungkapkan, BCA telah melakukan antisipasi agar tidak semakin banyak korban penipuan yang mengatasnamakan pihak perbankan.
"Pertama kita membuat konten edukasi yang kita distribusikan melalui kanal e-mail, WhatsApp, website, akun social media resmi yang bercentang biru," jelas Ketut.
Adapun dalam membuat konten, dia menyebut pihaknya harus membuat konten yang sesuai dengan segmentasinya, seperti bagi generasi milenial dan di atas milenial.
"Kedua kita melihat bahwa segmen yang sudah berumur membutuhkan konten yang lebih slow. Beda dengan kontenmilenial,"lanjutnya.
Di samping itu, lanjut Ketut, BCA juga sudah memberikan edukasi melalui tayangan televisi serta memberikan edukasi bersama para regulator dan pihak bank lainnya.
Sementara itu, Direktur BCA Haryanto T. Budiman mengungkapkan, kejahatan siber meningkat seiring dengan perkembangan teknologi digital.
"Salah satu jenis cybercrime yang kerap terjadi adalah penipuan online seperti dengan munculnya iklan di media sosial dan meminta data pribadi Anda seperti nomor kartu kredit, PIN, OTP, dan lainnya. Hal ini patut diwaspadai oleh nasabah karena BCA tidak pernah meminta data pribadi Anda. Jangan pernah memberikan data pribadi Anda kepada siapa pun,'' tegas dia.
(dpu/dpu)