Berat Nih Hantamannya! Rupiah Bakal Tembus 15.000/US$?
Jakarta, CNBC Indonesia - Tekanan terhadap nilai tukar rupiah kali ini amat berat. Kepanikan di pasar keuangan global memaksa semua mata uang bertekuk lutut terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Melansir Refinitiv, rupiah di sesi awal perdagangan melemah tajam 0,34% ke Rp 14.600/US$. Kemudian, rupiah melanjutkan koreksinya lebih dalam sebanyak 0,76% ke Rp 14.660/US$ dan stagnan hingga pukul 11:00 WIB.
Pelemahan nilai tukar dikarenakan situasi AS yang tidak terduga oleh pelaku pasar. Adalah inflasi yang diperkirakan melandai malah justru melambung kembali ke level 8,6% year-on-year (yoy). Inflasi tersebut naik dari bulan sebelumnya 8,3% (yoy) dan menjadi rekor tertinggi sejak 1981.
Kemudian inflasi inti yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan naik 6% (yoy). Secara bulanan (month-to-month/mtm) inflasi naik 1% dan inflasi inti 0,6% (mtm).
Rilis inflasi tersebut membuat bank sentral AS (The Fed) akan tetap menaikkan suku bunga dengan agresif di tahun ini. Bahkan pasar melihat ada peluang The Fed menaikkan suku bunga hingga 75 basis poin saat pengumuman kebijakan moneter Kamis nanti.
Di samping itu, harga minyak dunia dimungkinkan semakin tinggi akibat larangan impor minyak dari Rusia ke Eropa. Sehingga memberikan sentimen negatif ke nilai tukar.
Lalu apakah rupiah bisa tembus level 15.000/US$?
"Rupiah kita cukup resilien dengan surplus neraca perdagangan yang masih berlanjut dan investasi asing langsung yang cukup besar. Saya belum melihat ke arah sana tapi tidak ada yang tidak mgkin," ungkap Analis Makroekonomi Bank Danamon Irman Faiz kepada CNBC Indonesia, Senin (13/6/2022)
Meski demikian, Irman melihat ada kecenderungan depresiasi nilai tukar hingga berada di level 14.650-14.750/US$. Dipengaruhi oleh peningkatan impor Indonesia seiring dengan pemulihan ekonomi domestik.
Hal yang senada juga diungkapkan oleh Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman. Dia bahkan lebih optimis dengan proyeksi rupiah di level 14.400 - 14.500/US$.
"Dan jika Indonesia bisa accelerate growth maka ini bisa potensi untuk inflow. Jadi ada peluang menuju akhir tahun rupiah bisa menguat," ujarnya.
Bank Indonesia (BI) memantau dengan ketat likuiditas valuta asing (valas). Apabila ada situasi yang mendesak, maka BI siap melakukan intervensi baik di pasar spot, DNDF dan juga pembelian SBN, demi memastikan pergerakan nilai tukar stabil sesuai dengan fundamentalnya.
"Saya melihat pasar sampai saat ini meskipun melemah tapi offer masih lumayan banyak mas. Kita terus monitor, tentu BI akan ada di pasar kalau mekanisme pasar timpang (bid - offer timpang)," kata Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI), Edi Susianto kepada CNBC Indonesia.
(mij/mij)