Jangan Kaget! Kripto Makin Amsyong, Bitcoin-Ethereum Terparah
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga kripto utama terpantau terkoreksi parah pada perdagangan Senin (13/6/2022), karena investor merespons negatif dari melonjaknya kembali inflasi di Amerika Serikat (AS) pada bulan lalu.
Melansir data dari CoinMarketCap pada pukul 09:30 WIB hari ini, Bitcoin ambruk 8,27% ke harga US$ 25.705,01/koin atau setara dengan Rp 375.293.146/koin (asumsi kurs Rp 14.600/US$), Ethereum anjlok 8,78% ke US$ 1.357,85/koin atau Rp 19.824.610/koin.
Sedangkan beberapa koin digital (token) alternatif (altcoin) bahkan terkoreksi parah hingga lebih dari 10%, yakni Cardano yang longsor 10,49% ke US$ 0,4687/koin (Rp 6.843/koin) dan Solana tergelincir 10,99% ke US$ 29,07/koin (Rp 424.422/koin).
Bahkan untuk token 'meme' anjing Shiba Inu yakni Dogecoin hari ini hanya dibanderol US$ 0,06099/koin atau Rp 890/koin, anjlok 8,57%.
Berikut pergerakan 10 kripto utama pada hari ini.
Bitcoin terkoreksi hingga menyentuh zona psikologisnya di US$ 25.000, di mana zona psikologis tersebut menjadi posisi terendah dalam setahun terakhir.
Tak hanya Bitcoin saja, Ethereum juga menembus posisi terendahnya dalam setahun terakhir, di mana pada hari ini token altcoin terbesar itu diperdagangkan di zona psikologis US$ 1.300.
Pasar kripto yang makin merana pada hari ini bukanlah tanpa penyebab. Hal ini karena investor di pasar kripto juga merespons negatif dari melonjaknya kembali inflasi di AS pada periode Mei lalu.
Sejatinya, pasar memperkirakan bahwa inflasi Negeri Paman Sam pada bulan lalu berpotensi melandai dan inflasi pada Maret lalu diklaim menjadi puncaknya. Tetapi, prediksi pasar tersebut pun meleset.
Pada Mei 2022, inflasi Negeri Paman Sam tercatat 8,6% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Ini adalah rekor tertinggi sejak 1981.
Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm) inflasi Negeri Paman Sam naik 1% dan inflasi inti 0,6% (mtm).
"Laju inflasi dalam beberapa bulan terakhir lebih 'panas' dari perkiraan. Sepertinya ini menjadi pengingat bahwa inflasi masih akan terus bersama kita dalam waktu yang lebih lama," kata Michael Sheldon, Chief Investment Officer di RDM Financial Group yang berbasis di Connecticut, seperti dikutip dari Reuters.
Harga energi berkontribusi besar terhadap kenaikan inflasi. Sepanjang Mei harga energi naik 3,9% dari bulan sebelumnya. Sementara dibandingkan Mei 2021, harga energi melonjak hingga lebih dari 34%.
Dengan harga minyak mentah yang masih tinggi saat ini, ada kekhawatiran inflasi masih akan terus meninggi. Ketika inflasi akan terus menanjak, maka konsumsi rumah tangga, salah satu tulang punggung perekonomian, berisiko terpukul.
Selain itu, inflasi yang kembali meninggi membuat pasar makin yakin bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan menaikkan suku bunga secara agresif.
Mengutip CME FedWatch, peluang kenaikan Federal Funds Rate sebesar 50 basis poin (bp) menjadi 1,25-1,5% adalah 76,8%. Bahkan, kenaikan 75 bp ke 1,5-1,75% juga masuk perhitungan dengan kemungkinan 23,2%.
Biasanya, ketika suku bunga acuan naik, maka imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) akan ikut menguat. Pada Jumat pekan lalu, yield Treasury jangka pendek dan menengah menyentuh titik tertinggi dalam lebih dari satu dekade setelah rilis inflasi AS di Mei.
Yield Treasury tenor 2 tahun yang sangat sensitif terhadap kenaikan suku bunga, melonjak ke 3,057%, tertinggi sejak Juni 2008. Sementara itu, yield Treasury tenor 10 tahun yang biasa menjadi acuan investor, juga naik ke 3,164% dan menjadi posisi tertinggi sejak 6 Mei.
Jika inflasi kembali meninggi, yield obligasi pemerintah juga terus menanjak, dan The Fed semakin agresif dalam menaikkan suku bunganya, maka bisa dikatakan bahwa tahun ini merupakan tahun yang amat berat untuk pasar kripto.
Hal ini karena aset kripto sangat sensitif dengan inflasi yang tinggi dan kenaikan suku bunga, karena kripto juga masuk ke dalam sektor teknologi yang masih berkembang, seperti pada umumnya yang terjadi di saham-saham teknologi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/vap)