
Investor Lepas SBN Lagi, Harganya Kembali Melemah

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup melemah pada perdagangan Rabu (8/6/2022), di mana investor cenderung mengabaikan turunnya kembali data cadangan devisa Indonesia pada Mei 2022.
Mayoritas investor cenderung kembali melepas SBN pada hari ini, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield) di hampir seluruh tenor SBN. Hanya SBN 3 tahun yang ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya yield dan harganya yang menguat.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 3 tahun melemah 1,5 basis poin (bp) ke level 4,729% pada perdagangan hari ini.
Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara kembali menguat 8,3 bp ke level 7,109%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Dari dalam negeri, cadangan devisa (cadev) Indonesia turun tipis sepanjang bulan Mei lalu. Padahal sebelumnya ada kekhawatiran akan tergerus lebih dalam.
Sebabnya, pada bulan lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya, yang merupakan salah satu penyumbang devisa terbesar.
Bank Indonesia (BI) pada Rabu melaporkan cadangan devisa pada akhir Mei sebesar US$ 135,6 miliar, turun US$ 100 juta dibandingkan bulan sebelumnya.
"Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Mei 2022 tetap tinggi sebesar 135,6 miliar dolar AS, relatif stabil dibandingkan dengan posisi pada akhir April 2022 sebesar 135,7 miliar dolar AS. Perkembangan posisi cadangan devisa pada Mei 2022 antara lain dipengaruhi oleh penerimaan devisa migas, pajak dan jasa, serta kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah," sebut keterangan tertulis BI.
Meski berada di level terendah sejak November 2020 lalu, tetapi posisi cadangan devisa tersebut, setara dengan pembiayaan 6,8 bulan impor atau 6,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Di bulan April lalu, cadev jeblok hingga US$ 3,4 miliar dari bulan sebelumnya, dan dikhawatirkan hal yang sama akan terjadi di bulan Mei, sebab ada larangan ekspor CPO dan turunannya.
CPO yang termasuk dalam ekspor HS 15 (lemak dan minyak hewani/nabati) merupakan salah satu penopang neraca perdagangan Indonesia hingga mampu mencetak surplus dalam 23 bulan beruntun. Kontribusinya terhadap total ekspor menjadi yang terbesar kedua setelah HS 27 (bahan bakar mineral) yakni batu bara.
Di lain sisi, investor kembali melepas SBN pada hari ini setelah dalam setidaknya sebulan terakhir mereka memburunya.
Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), yield obligasi pemerintah AS (US Treasury) juga cenderung menguat pada pagi hari ini waktu AS. Bahkan, yield Treasury tenor 10 tahun kembali menyentuh kisaran level 3%.
Dilansir dari CNBC International, yield Treasury tenor 10 tahun cenderung menguat 3,7 bp ke level 3,007%, dari sebelumnya pada penutupan Selasa kemarin di level 2,97%.
Investor di AS saat ini masih menanti rilis data inflasi terbaru pada periode Mei 2022 yang akan dirilis pada Jumat akhir pekan ini waktu AS.
Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan inflasi Negeri Paman Sam bulan lalu akan sebesar 8,3% secara tahunan (year-on-year/yoy). Tidak berubah dibandingkan bulan sebelumnya, masih bertahan di level tinggi.
Dengan inflasi yang tinggi, maka makin kuat alasan bagi bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) untuk mengetatkan kebijakan moneter secara agresif.
Pasar memperkirakan Ketua The Fed, Jerome Powell dan anggotanya akan menaikkan suku bunga acuan 50 basis poin (bp) pekan depan. Mengutip CME FedWatch, peluang ke arah sana mencapai 97,2%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi