Wall Street Menghijau Lagi, Bursa Asia Dibuka Cerah
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka cukup cerah pada perdagangan Rabu (8/6/2022), di tengah menghijaunya kembali bursa saham Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa kemarin waktu setempat.
Indeks Nikkei Jepang dibuka menguat 0,78%, Hang Seng Hong Kong melesat 1,03%, Shanghai Composite China naik 0,1%, Straits Times Singapura bertambah 0,11%, ASX 200 Australia terapresiasi 0,52%, dan KOSPI Korea Selatan melaju 0,32%.
Dari Jepang, perekonomiannya pada kuartal I-2022 sedikit lebih kecil dari data perkiraan awal, karena konsumsi swasta tetap tangguh dalam menghadapi pandemi Covid-19, mengimbangi penurunan belanja modal.
Data final yang dirilis oleh Kantor Kabinet pada hari ini menunjukkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) Jepang menyusut 0,5% pada kuartal I-2022 secara tahunan (year-on-year/yoy). Angka ini menjadi penurunan yang lebih kecil dari pembacaan awal yang tercatat turun 1,0% pada bulan lalu.
Sedangkan dari basis kuartalan (quarter-on-quarter/qoq), PDB menyusut 0,1%, lebih baik dari ekspektasi pasar yang memperkirakan PDB Jepang menyusut 0,3% (qoq).
Konsumsi swasta, yang mempengaruhi lebih dari setengah PDB Jepang, meningkat 0,1% pada kuartal pertama tahun ini, di mana angka sebelumnya direvisi naik dari perkiraan awalnya datar.
Sedangkan permintaan domestik secara keseluruhan menyumbang 0,3 poin persentase ke angka PDB yang direvisi, sementara ekspor bersih turun 0,4 poin persentase.
Peningkatan PDB Negeri Sakura mengikuti data yang dirilis pada Selasa kemarin, di mana pengeluaran rumah tangga mencatat penurunan yang lebih besar dari perkiraan pada April lalu, karena adanya depresiasi tajam yen dan lonjakan harga komoditas.
Ekonom yang disurvei oleh Reuters pada bulan lalu memperkirakan pertumbuhan tahunan yang kuat sebesar 4,5% di kuartal pertama tahun ini. Mayoritas responden mengatakan mereka memperkirakan pertumbuhan akan cukup kuat bagi perekonomian Jepang untuk pulih ke tingkat sebelum pandemi Covid-19.
Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik yang cenderung cerah terjadi di tengah menghijaunya kembali bursa AS, Wall Street pada perdagangan Selasa kemarin waktu setempat.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,8% ke level 33.180,14, S&P 500 melesat 0,95% ke 4.160,68, dan Nasdaq Composite terapresiasi 0,94% ke posisi 12.175,23.
Sebelum kembali pulih, Wall Street terpapar sentimen negatif dari pasar obligasi pemerintah AS. Pada Senin awal pekan ini, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS menyentuh di atas 3%, tepatnya di level 3,0399%. Ini adalah yang tertinggi sejak 6 Mei atau sebulan terakhir.
Tingginya yield obligasi membuat perhatian investor tersedot ke pasar surat utang. Pasar saham jadi sepi peminat. Selain itu, kenaikan yield menjadi cerminan biaya dana akan semakin mahal. Pada saatnya, suku bunga perbankan akan ikut menyesuaikan.
Hal ini menjadikan biaya ekspansi emiten akan semakin tinggi. Laba bakal tergerus, sehingga investor sulit berharap mendapat dividen tinggi.
"Risiko tekanan terhadap pertumbuhan laba emiten semakin tinggi. Kekhawatiran ini yang sedang menyelimuti pasar," kata Andrea Cicione, Head of Strategy di TS Lombard, seperti dikutip dari Reuters.
Selain itu, pelaku pasar juga masih cenderung memasang mode wait and see. Akhir pekan ini, data inflasi AS periode Mei akan dirilis.
Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan inflasi Negeri Paman Sam bulan lalu akan sebesar 8,3% secara tahunan (yoy). Tidak berubah dibandingkan bulan sebelumnya, masih bertahan di level tinggi.
Dengan inflasi yang tinggi, maka makin kuat alasan bagi bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) untuk mengetatkan kebijakan moneter secara agresif.
Pasar memperkirakan Ketua The Fed, Jerome 'Jay' Powell dan koleganya akan menaikkan suku bunga acuan 50 basis poin (bp) pekan depan. Mengutip CME FedWatch, peluang ke arah sana mencapai 97,2%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd)