Spekulan Kurangi Posisi Jual Rupiah, Masa Depan Jadi Cerah?
Jakarta, CNBC Indonesia - Sejak Senin kemarin, rupiah kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) setelah menguat sekitar 1% sepanjang pekan lalu. Meski demikian, sentimen terhadap rupiah sudah mulai membaik terlihat dari survei 2 mingguan yang dilakukan Reuters.
Para spekulan kini mulai mengurangi posisi jual (short) rupiah.
Survei tersebut menggunakan skala -3 sampai 3, angka negatif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) mata uang Asia dan jual (short) dolar AS. Semakin mendekati -3 artinya posisi long yang diambil semakin besar. Sementara angka positif berarti short mata uang Asia dan long dolar AS, dan semakin mendekati angka 3, semakin besar posisi short mata uang Asia.
Survei terbaru yang dirilis hari ini Kamis (2/6/2022) menunjukkan angka untuk rupiah 0,9 membaik dari dua pekan lalu 1,19 yang merupakan level tertinggi sejak April 2020.
Tidak hanya rupiah, posisi short mata uang Asia lainnya juga membaik.
Salah satu pemicu membaiknya sentimen terhadap mata uang Asia, yakni China yang mulai melonggarkan lockdown. Hal ini membuat kecemasan akan pelambatan ekonomi mulai mereda, tetapi analis juga melihat adanya risiko lockdown akan kembali diketatkan, sebab China menerapkan kebijakan zero Covid-19. Begitu ada lonjakan kasus, lockdown langsung diterapkan.
"Saya tidak yakin kekhawatiran akan pelambatan ekonomi sudah hilang. Masing ada keraguan dengan pelonggaran di Shanghai akan menjadi akhir lockdown di China," kata Rob Carnell, kepala riset dan ekonomi di ING Asia Pasific, sebagaimana dilansir Reuters Kamis (2/6/2022).
Selain itu, normalisasi kebijakan moneter yang dilakukan bank sentral AS (The Fed) juga dikatakan masih akan menekan mata uang Asia. Maklum saja, The Fed sangat agresif dalam mengerek suku bunganya di tahun ini.
Sejauh ini, The Fed sudah menaikkan suku bunga sebanyak 2 kali, 25 basis poin pada Maret dan 50 basis poin bulan lalu menjadi 0,75% - 1%.
Di bulan ini dan Juli nanti The Fed juga akan menaikkan masing-masing 50 basis poin, dan di akhir tahun pasar melihat suku bunga berada di 2,75% - 3%.
Hal tersebut membuat mata uang Asia, termasuk rupiah akan kesulitan menguat. Apalagi, dolar AS yang sempat tertekan belakangan ini diperkirakan akan kembali mendominasi.
Survei yang dilakukan Reuters menunjukkan sebanyak 28 dari 44 analis memperkirakan penurunan dolar AS tersebut hanya berlangsung selama 3 bulan saja. Di antara 28 analis tersebut, 16 orang memperkirakan tekanan bagi dolar AS hanya akan berlangsung hingga akhir Juni.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)