Bursa Asia Loyo Lagi, IHSG Flat, Tapi Shanghai Hijau Sendiri

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Kamis, 02/06/2022 16:59 WIB
Foto: Bursa Jepang (Nikkei). (AP Photo/Koji Sasahara)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik ditutup di zona merah pada perdagangan Kamis (2/6/2022), di tengah sikap investor yang masih mengevaluasi data inflasi global terbaru dan kondisi ekonomi global terkini.

Hanya indeks Shanghai Composite China yang ditutup di zona hijau pada hari ini, yakni menguat 0,42% ke level 3.195,46. Kabar baik dari diperlonggarnya karantina wilayah (lockdown) di kota Shanghai menjadi pendorong indeks saham Negeri Panda tersebut.

Sedangkan sisanya ditutup di zona merah. Indeks Hang Seng Hong Kong dan KOSPI Korea Selatan memimpin pelemahan bursa Asia-Pasifik pada hari ini, di mana keduanya ambles 1% ke level masing-masing 21.082,13 (Hang Seng) dan 2.658,99 (KOSPI).


Pemberat indeks Hang Seng hari ini adalah saham teknologi e-commerce China yakni Alibaba yang ditutup ambles lebih dari 3%.

Sementara bursa saham Asia-Pasifik lainnya juga terpantau memerah hari ini. Indeks Nikkei Jepang ditutup turun 0,16% ke level 27.413,88, ASX 200 Australia merosot 0,8% ke 7.175,9, dan Straits Times Singapura melemah 0,53% ke posisi 3.226,72.

Adapun untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini ditutup cenderung stagnan atau turun tipis 0,247 poin.

Dari Australia, Badan Statistik Australia (Australian Bureau of Statistics/ABS) melaporkan neraca perdagangannya pada April 2022 dilaporkan surplus sebesar A$ 10,495 miliar (Rp 109,19 triliun, asumsi kurs Rp 10.400/A$), ditopang oleh meningkatnya ekspor Negeri Kanguru pada April lalu.

Ekspor Negeri Kanguru pada April lalu dilaporkan naik menjadi 1%, dari sebelumnya di level 0% pada Maret lalu. Angka ini lebih besar dari perkiraan pasar dalam survei Tradingeconomics sebesar 0,7%. Pendorong kenaikan ekspor Australia adalah komoditas gas alam cair (LNG) dan pariwisata.

Sedangkan impor Negeri Kanguru turun sedikit menjadi 0,7%, dari sebelumnya di level 4,6% pada Maret lalu, menunjukkan bahwa perdagangan tidak akan terlalu membebani ekonomi Australia seperti pada kuartal pertama tahun ini.

Bursa Asia-Pasifik yang kembali terkoreksi pada hari ini terjadi karena investor kembali khawatir dengan kondisi global, meski mereka sebelumnya sempat optimis bahwa inflasi di Amerika Serikat (AS) berpotensi melandai. Namun di Eropa, inflasi justru masih memanas.

Dari AS, kontrak berjangka (futures) indeks bursa AS menguat tipis di sesi awal perdagangan pagi hari waktu setempat, di mana investor di AS khawatir bahwa ekonomi Negeri Paman Sam masih berpotensi mengalami perlambatan.

Kekhawatiran yang membayangi benak pasar terutama berasal dari kebijakan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang memperketat moneternya dengan menaikkan suku bunga acuan dan membalik stimulus selama pandemi.

Hari Rabu kemarin juga menjadi awal pelaksanaan rencana The Fed untuk mengurangi neraca keuangannya (balance sheet), yang telah menggelembung hingga nyaris US$ 9 triliun selama pandemi Covid-19.

Pengurangan dilakukan dengan menjual surat berharga yang sebelumnya diburu, guna menyerap likuiditas berlebih di pasar.

Di sisi lain, suku bunga acuan telah dinaikkan dua kali sepanjang tahun ini, dengan salah satu kenaikan sebesar 50 basis poin (bp). Ke depan, kenaikan suku bunga diprediksi masih terbuka guna menjinakkan inflasi.

Kecemasan akan agresivitas pengetatan moneter kian memuncak setelah Institute for Supply Management (ISM) melaporkan Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers' Index/PMI) di angka 56,1 pada Mei lalu, naik dari posisi sebulan sebelumnya sebesar 55,4.

Artinya, sektor manufaktur di AS masih ekspansif, sehingga diprediksi kenaikan suku bunga tidak terlalu memukul sektor riil. Hanya saja, pembukaan lapangan kerja justru anjlok pada April lalu yang mengindikasikan bahwa ekonomi masih perlu traksi untuk bertumbuh.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: IHSG Menguat, Pasar Modal RI Masih Jadi Pilihan Investor