
Bursa Asia Ditutup Mixed, IHSG Melonjak & Memimpin Penguatan

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik ditutup bervariasi pada perdagangan di penghujung bulan Mei 2022, Selasa (31/5/2022), karena investor cenderung merespons positif dari rilis data aktivitas manufaktur China pada periode Mei 2022.
Indeks Hang Seng Hong Kong ditutup melonjak 1,38% ke level 21.415,199, Shanghai Composite China melesat 1,19%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melejit 1,58% ke posisi 7.148,97, dan KOSPI Korea Selatan menguat 0,61% ke 2.685,9.
Namun untuk indeks Nikkei Jepang ditutup melemah 0,33% ke level 27.279,8, Straits Times Singapura turun 0,2% ke 3.232,49, dan ASX 200 Australia merosot 1,03% ke posisi 7.211,2.
Dari China, Biro Statistik Nasional (National Bureau of Statistic/NBS) melaporkan data aktivitas manufaktur yang tergambarkan pada Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Manager's Index/PMI) periode Mei 2022 naik menjadi 49,6, dari sebelumnya pada bulan April lalu di angka 47,4.
Angka ini lebih baik dari perkiraan pasar dalam survei Reuters yang memperkirakan PMI manufaktur China pada Mei 2022 berada di angka 48,9.
Meski sudah lebih membaik, tetapi PMI manufaktur China masih berada di zona kontraksi. Asal tahu saja, PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawah 50 artinya kontraksi, sementara di atasnya ekspansi.
"Segalanya ... membaik, tetapi belum cukup baik," kata Bo Zhuang, analis senior di Loomis Sayles, dikutip dari CNBC International.
"Kejutan pertumbuhan terburuk akibat adanya gelombang baru Covid-19 di China mungkin sudah lewat, tetapi China saat ini masih mengalami kemajuan normalisasi yang sangat bertahap dan lambat," tambah Zhuang.
Bervariasinya bursa Asia pada hari ini terjadi disaat pelaku pasar global mulai memupuk optimisme setelah muncul data inflasi belanja perorangan dan rilis risalah rapat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Sebelumnya pada Jumat pekan lalu, indeks belanja konsumsi perorangan (personal consumption expenditure/PCE) tumbuh 4,9% per April, atau melambat jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 5,2%.
Indeks PCE menjadi acuan bank sentral AS untuk menentukan langkah moneter mereka selanjutnya. Jika inflasi terkendali, maka langkah agresif penaikan suku bunga AS bisa dihindari.
Bukan hanya tak lagi hawkish, pejabat The Fed diketahui mengatakan akan menimbang pengetatan suku bunga setelah kenaikan agresif pada Juni dan Juli.
Faktor lain adalah pelemahan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun-yang menjadi acuan pasar-ke level 2,74% pada Jumat pekan lalu. Sebelumnya, imbal hasil surat berharga negara (SBN) AS tersebut sempat menyentuh angka 3%.
Pelemahan imbal hasil akan membantu mengurangi laju koreksi saham teknologi yang dikenal 'rakus' menerbitkan obligasi untuk membiayai ekspansi mereka. Imbal hasil obligasi pemerintah yang rendah akan berujung pada rendahnya kupon obligasi sehingga memperlonggar profitabilitas mereka.
Ekspektasi tersebut dinilai membuat pasar menguat pada akhir Mei, dan berpeluang mengerem fenomena aksi jual pada Mei dan koreksi berkelanjutan selepas itu (Sell in May and Go Away).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perdagangan Perdana di 2024, Bursa Asia Dibuka Beragam
