Sri Mulyani Ungkap Kengerian Baru! Tak Cuma Satu, Tapi Tiga

Teti Purwanti, CNBC Indonesia
Jumat, 27/05/2022 08:35 WIB
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani Saat Konferensi Pers APBN KiTa Edisi Mei 2022. (Tangkapan Layar Youtube Kemenkeu)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah terus melakukan berbagai cara agar tingkat vaksinasi mencapai 70% dan berharap pandemi berubah menjadi endemi. Hal ini harus dilakukan karena dampak covid-19 luar biasa, bukan hanya pada Indonesia namun banyak negara.

Siapa sangka covid-19 bukan satu-satunya ancaman serius yang harus diwaspadai banyak negara.

Ancaman serius ekonomi global yang diperingatkan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani, terbukti nyata. Ancaman itu oleh Sri Mulyani disebut sebagai triple challenges yakni inflasi tinggi, suku bunga tinggi, dan pertumbuhan ekonomi yang melemah.


Hasil risalah rapat bank sentral AS terbaru membuktikan kekhawatiran Sri Mulyani benar-benar menghantui ekonomi global.

Risalah dari pertemuan The Fed 3-4 Mei yang dirilis Rabu (25/51), menunjukkan bahwa para pejabat bank sentral AS membahas kemungkinan bahwa mereka akan menaikkan suku bunga ke tingkat yang cukup tinggi untuk memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan sengaja demi memerangi inflasi yang tinggi.

Pejabat Federal Reserve berpikir mereka perlu menaikkan suku bunga masing-masing setengah poin persentase (50 bps) pada dua pertemuan berikutnya ketika mereka menyetujui kenaikan siklus kedua pada pertemuan awal bulan ini.

Kenaikan setengah poin bulan ini telah mengangkat suku bunga acuan Fed ke kisaran antara 0,75% dan 1%. Para pejabat secara bulat menyetujui rencana untuk mulai menyusutkan portofolio US$ 9 triliun The Fed pada 1 Juni dengan membiarkan surat berharga jatuh tempo tanpa menginvestasikan kembali hasil tersebut.

Meski sepakat menaikkan suku bunga secara lebih agresif dalam dua bulan ke depan, para pejabat The Fed masih memperdebatkan langkah apa yang akan diambil selanjutnya, apakah kebijakan agresif terus berlanjut atau tidak.

Beberapa presiden Fed regional mengatakan mereka akan mendukung untuk melanjutkan aju kenaikan suku bunga yang agresif pada bulan September jika pembacaan inflasi bulanan tetap tinggi.

Presiden The Fed St. Louis James Bullard telah menyerukan agar The Fed menaikkan suku bunga menjadi sekitar 3,5% tahun ini, yang berarti kenaikan suku bunga setengah poin pada setiap pertemuan tahun ini.

Dalam sebuah wawancara dengan The Wall Street Journal pekan lalu, Ketua The Fed Jerome Powell menetapkan standar yang relatif tinggi untuk memperlambat kenaikan suku bunga.

"Kita perlu melihat inflasi turun dengan cara yang meyakinkan. Sampai itu terjadi, kami akan terus bergerak [secara agresif]," ungkap Jerome Powell.

Staf The Fed menaikkan sedikit proyeksi inflasi pada pertemuan bulan ini karena lambatnya penyelesaian kendala pasokan, proyeksi harga impor yang lebih tinggi dan penilaian bahwa kenaikan upah akan mendorong harga jasa lebih dari yang diasumsikan sebelumnya.

Beberapa pejabat The Fed pada pertemuan bulan ini juga merasa waswas dan memperingatkan risiko bahwa kebijakan Fed yang lebih ketat dapat memperburuk tekanan di pasar untuk sekuritas pemerintah AS.

Pasar obligasi dan saham telah mengalami aksi jual besar-besaran karena kebijakan moneter ketat The Fed. Nasdaq Composite turun hampir 30% dari level tertinggi November 2021, meskipun masih sekitar 15% lebih tinggi puncak pra-pandemi di Februari 2020.

Seiring kenaikan suku bunga, Federal Reserve akan mengamati dengan seksama tanda-tanda bahwa arah pergerakan ekonomi juga ikut berubah. Data yang dirilis Selasa menunjukkan penjualan rumah baru turun 16,6% pada April dari bulan sebelumnya, sebuah tanda bahwa biaya pinjaman yang lebih mahal mungkin mendinginkan pasar perumahan.

Pertanyaan utama bagi The Fed adalah apakah mereka akan mampu memperlambat ekonomi dengan cukup untuk meredam inflasi tanpa memicu resesi, yang Powell dan rekan-rekannya telah berulang kali diakui sebagai tantangan sebenarnya.

Beberapa institusi keuangan dunia sat ini telah memangkas proyeksi pertumbuhan AS secara signifikan. Goldman Sachs, bank investasi berkantor pusat di New York, telah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi AS tahun 2022 dari semula 2,6% menjadi 2,4%.Sedangkan menurut riset Wells Fargo kondisi ekonomi AS yang memburuk akan memangkas target pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) akhir 2022 menjadi 1,5% dari 2,2%.

Goldman Sachs juga memperkirakan ada kemungkinan ekonomi AS memasuki resesi mencapai 15% dalam satu tahun ke depan dan 35% dalam dua tahun ke depan.


(RCI/dhf)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Iran Vs Israel Membara, Kemana Dana Investor Kakap Lari?