Melihat Pertahanan RI di Tengah Dunia yang Makin Horor

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
25 May 2022 12:55
Menteri Keuangan Sri Mulyani (Tangkapan Layar Youtube Sekretariat Presiden RI)
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani (Tangkapan Layar Youtube Sekretariat Presiden RI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemulihan ekonomi dunia akan 'diselimuti' awan gelap dan diperkirakan pertumbuhan ekonomi akan melambat. Namun, pertumbuhan ekonomi di Indonesia diklaim pemerintah cukup kuat untuk menghadapi berbagai tantangan ke depan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan tantangan berat akan membayangi perekonomian Indonesia, baik itu berasal dari tingkat inflasi yang tinggi, naiknya suku bunga kebijakan dari berbagai negara maju, dan pertumbuhan ekonomi yang melambat.

"Kita menghadapi triple challenges sekaligus. Ini akan mempengaruhi environment ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Harus kita waspadai," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa edisi Mei, dikutip Rabu (25/5/2022).

Merujuk data Kementerian Keuangan, harga berbagai komoditas dunia naik gila-gilaan. Harga komoditas akan mempengaruhi harga bahan baku di tingkat industri. Saat harga bahan baku makin mahal, harga jual ke konsumen akan ikut naik.

Secara rinci, gas alam naik 125,8 125,8% secara year-to-date (ytd), batu bara 166,1%, minyak brent 45,7%, minyak sawit mentah (CPO) 20,9%, gandum 55,6%, jagung 31,5%, kedelai 28,1%, dan biji-bijian 15,5%.

Akibatnya, inflasi menjadi masalah global. Di berbagai negara, inflasi meninggi dan mencatat rekor baru.



Dalam merespons tekanan inflasi yang semakin kuat, Sri Mulyani mengungkapkan, bank sentral di berbagai negara sudah menaikkan suku bunga acuan. Ini dilakukan untuk meredam jumlah uang beredar dan menjangkar ekspektasi inflasi.

"Tingkat suku bunga, kemungkinan akan naik kalau inflasi tak terkendali. Di AS sudah diumumkan, di Eropa masih 0% tetapi dengan inflasi 7,4% mulai ada tanda-tanda adjustment suku bunga," jelasnya.

Saat suku bunga semakin tinggi, maka biaya ekspansi rumah tangga dan dunia usaha menjadi lebih mahal. Hasilnya, pertumbuhan ekonomi sangat mungkin melambat.

Beruntung Indonesia ternyata memiliki senjata ampuh dalam menahan guncangan tersebut, yakni aktivitas ekspor.

"Kita melihat surplus bertahan 24 bulan. Ini sesuatu yang bagus dan memberikan daya tahan ekonomi untuk menghadapi guncangan dunia, suku bunga yang naik dan pelemahan ekonomi," ujarnya.



Pada April 2022 surplus neraca perdagangan mencapai US$ 7,56 miliar atau menembus rekor tertinggi sepanjang sejarah. Ini juga menandakan surplus neraca perdagangan terjadi 24 bulan berturut-turut.

Pun, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga April 2022 masih mencetak surplus. Surplus APBN hingga April 2022 sebesar Rp 103,1 triliun atau setara 0,58% Produk Domestik Bruto (PDB).

Begitu juga dibandingkan dengan kinerja hingga April tahun lalu atau April 2021, ini didapuk jauh lebih tinggi. Pasalnya, pada periode sama tahun lalu, APBN tercatat defisit Rp 138,2 triliun atau 0,81% PDB.

Surplus hingga April 2022 ini, kata Sri Mulyani jauh lebih tinggi dari surplus per Maret 2022 yang sebesar Rp 10,3 triliun atau setara 0,08% PDB.

"Sampai akhir April 2022 ini berarti kondisi sangat surplus. Sangat besar surplusnya. Bahkan, keseimbangan primer pun juga mencatatkan surplus," jelas Sri Mulyani.


(cap/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Belanja Kementerian Kudu Dipangkas, Geser ke Subsidi & Bansos

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular