Joss! Rupiah Menguat Tajam, Dekati Rp 14.600/US$
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat cukup tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Rabu (25/5/2022), mendekati lagi Rp 14.600/US$ Bank Indonesia (BI) yang mengumumkan kebijakan moneter kemarin serta indeks dolar AS yang terus menurun membuat rupiah berpeluang mencatat penguatan 2 hari beruntun.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan di Rp 14.625/US$, menguat 0,21% di pasar spot.
Tanda-tanda rupiah akan menguat sudah terlihat dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih kuat pagi ini ketimbang beberapa saat setelah penutupan perdagangan Selasa kemarin.
Periode | Kurs Selasa (24/5) pukul 15:13 WIB | Kurs Rabu (25/5) pukul 8:52 WIB |
1 Pekan | Rp14.658,5 | Rp14.638,5 |
1 Bulan | Rp14.679,7 | Rp14.644,0 |
2 Bulan | Rp14.693,5 | Rp14.668,0 |
3 Bulan | Rp14.724,5 | Rp14.707,0 |
6 Bulan | Rp14.823,3 | Rp14.815,4 |
9 Bulan | Rp14.923,3 | Rp14.911,4 |
1 Tahun | Rp15.027,2 | Rp15.031,9 |
2 Tahun | Rp15.481,0 | Rp15.442,0 |
BI kemarin mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG). Hasilnya sesuai ekspektasi, suku bunga acuan masih belum diutak-atik.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada23-24April 2022memutuskan untuk mempertahankan BI7-Day Reverse Repo Ratesebesar 3,5%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%," sebut Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam jumpa pers secara virtual.
Namun, BI juga mengambil langkah-langkah guna menjaga stabilitas rupiah dengan mempercepat normalisasi kebijakan likuiditas dengan menaikkan GWM secara bertahap.
Sebelumnya di awal tahun ini, BI berencana mengerek GWM Pada Maret (100 basis poin), Juni (100 basis poin) dan September (50 basis poin), untuk bank umum konvensional (BUK) menjadi 6,5%
Dan untuk bank umum syariah (BUS) di September GWM menjadi 5%, dengan kenaikan masing-masing 50 basis poin.
BI kemudian mempercepat dan menaikkan lagi GWM. Untuk BUK, GWM yang saat ini 5% akan naik menjadi 6% di bulan Juni, kemudian 7,5% di bulan Juli dan 9% di bulan September.
Untuk BUS yang saat ini 4% naik menjadi 4,5% di Juni, 6% di Juli dan 7,5% di September.
Kenaikan tersebut diperkirakan akan menyerap likuiditas di perekonomian sebesar Rp 110 triliun. Penyerapan likuiditas tersebut diharapkan mampu membuat rupiah lebih stabil.
Selain itu, indeks dolar AS masih terus menurun. Selasa kemarin indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini turun 0,21% setelah merosot lebih dari 1% di awal pekan dan sekitar 1,35% sepanjang pekan lalu. Pagi ini, indeks dolar AS kemarin turun 0,06% ke 101,79 yang merupakan level terendah dalam satu bulan.
Perekonomian Amerika Serikat yang mulai menunjukkan tanda-tanda pelambatan membuat indeks dolar AS akhirnya terus menurun.
Aktivitas manufaktur dan jasa di AS menunjukkan pelambatan di bulan ini, terlihat dari purchasing managers' index (PMI) yang dirilis kemarin malam. PMI manufaktur melambat menjadi 57,5 dari bulan April 59,2. Sementara PMI jasa 53,3 turun dari bulan lalu 55,6.
PMI gabungan keduanya berada di level 53,8 yang merupakan level terendah dalam 4 bulan terakhir. S&P Global melaporkan inflasi yang tinggi di Amerika Serikat membuat demand mengalami tekanan, sementara masalah supply kembali terjadi akibat lockdown di China.
Hal tersebut membuat PMI manufaktur dan jasa mengalami pelambatan, indeks dolar AS pun terus menurun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)