Bursa Asia Mulai Loyo Lagi, Cuma STI yang Masih Semangat

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Selasa, 24/05/2022 08:47 WIB
Foto: Bursa Jepang (Nikkei). (AP Photo/Koji Sasahara)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung melemah pada perdagangan Selasa (24/5/2022), meski ada sedikit kabar baik dari perang dagang Amerika Serikat (AS)-China, di mana Presiden AS sedang menimbang mengurangi tarif beberapa barang impor asal China. Hanya indeks Straits Times Singapura yang dibuka menguat pada hari ini, yakni menguat 0,25%.

Sedangkan sisanya dibuka di zona merah. Indeks Nikkei Jepang dibuka melemah 0,3%, Hang Seng Hong Kong terkoreksi 0,28%, Shanghai Composite China turun 0,12%, ASX 200 Australia terpangkas 0,14%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,39%

Musim rilis data aktivitas manufaktur periode Mei telah di mulai, di mana pembacaan awal data manufaktur di kawasan Asia-Pasifik pada bulan ini sudah di mulai di beberapa negara. Adapun negara-negara di kawasan Asia-Pasifik yang sudah merilis data awal aktivitas manufaktur pada bulan ini yakni Australia dan Jepang.


Di Australia, data pembacaan awal aktivitas manufaktur yang tercermin pada Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Manager's Index/PMI) pada bulan ini tercatat berkontraksi menjadi 55,3, dari sebelumnya pada April lalu di angka 58,8.

Sedangkan di Jepang, PMI manufaktur pada bulan ini juga sedikit berkontraksi menjadi 53,2, dari sebelumnya pada bulan lalu di angka 53,5.

Meski PMI manufaktur Australia dan Jepang pada Mei 2022 berkontraksi, tetapi sejatinya masih berada di level ekspansi. PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawah 50 artinya kontraksi, sementara di atasnya ekspansi.

Bursa Asia-Pasifik yang cenderung terkoreksi pada hari ini terjadi setelah beberapa hari sebelumnya berhasil bangkit dari zona koreksi. Cenderung koreksinya bursa Asia-Pasifik pada hari ini juga terjadi saat bursa saham AS, Wall Street berhasil bangkit dan lepas dari zona bear market pada Senin kemarin waktu AS.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melejit 1,98% ke level 31.880,24, S&P 500 melonjak 1,86% ke 3.973,75, dan Nasdaq Composite melesat 1,59% ke posisi 11.535,28.

Wall Street telah 'pincang' dalam beberapa pekan terakhir karena investor memperdebatkan seberapa agresif bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan menaikkan suku bunga untuk menjinakkan inflasi yang masih buas.

Tekanan harga operasional tinggi akibat inflasi telah mengikis beberapa pendapatan perusahaan. Akan tetapi analis juga khawatir bahwa pengetatan kondisi keuangan terlalu agresif juga berisiko membebani pertumbuhan ekonomi.

Kekhawatiran inflasi diperburuk dalam beberapa bulan terakhir ketika China menerapkan penguncian wilayah untuk menahan penyebaran Covid-19, menambah ketegangan pada rantai pasokan. Perang Rusia melawan Ukraina juga menyebabkan negara-negara Eropa beralih dari minyak dan gas Moskow, membuat harga komoditas tersebut melambung.

Meski menguat Wall Street tampaknya masih dihantui potensi bear market - penurunan setidaknya 20% dari harga puncak. DJIA tercatat sebagai yang paling aman, S&P 500 sedikit menjauhi wilayah tersebut akibat rebound pada perdagangan hari ini.

Sementara itu, salah satu faktor penopang bangkitnya Wall Street kemarin adalah pertimbangan Presiden AS, Joe Biden yang ingin mengurangi tarif beberapa barang impor asal China.

"Tarif tersebut dibuat oleh pejabat sebelumnya dan mereka sedang dipertimbangkan," ujar Biden dikutip CNBC International.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bursa Asia Anjlok Usai Trump Umumkan Tarif Impor Jepang-Korsel