Ada 'Kesempatan Dalam Kesempitan', Rupiah Menguat Lagi!
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Senin (23/5/2022). Meski demikian, Bank Indonesia (BI) yang akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) besok membuat pelaku pasar wait and see, dan tentunya agak sulit bagi rupiah untuk menguat tajam.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,14%, setelahnya terpangkas menjadi 0,07% di Rp 14.640/US$ pada pukul 9:10 WIB.
Di pasar non-deliverable forward (NDF) posisi rupiah pagi ini tidak berbeda jauh dengan beberapa saat setelah penutupan perdagangan Jumat pekan lalu, yang menjadi indikasi rupiah belum akan bergerak jauh.
Periode | Kurs Jumat (20/5) pukul 15:13 WIB | Kurs Senin (23/5) pukul 8:56 WIB |
1 Pekan | Rp14.621,0 | Rp14.620,0 |
1 Bulan | Rp14.634,0 | Rp14.629,0 |
2 Bulan | Rp14.661,0 | Rp14.655,0 |
3 Bulan | Rp14.689,0 | Rp14.683,0 |
6 Bulan | Rp14.791,0 | Rp14.776,0 |
9 Bulan | Rp14.912,0 | Rp14.871,0 |
1 Tahun | Rp15.016,0 | Rp15.016,0 |
2 Tahun | Rp15.470,3 | Rp15.475,7 |
Sementara itu dolar AS yang sedang kuat-kuatnya akhirnya mengalami koreksi. Indeks dolar AS sepanjang pekan lalu jeblok 1,35%, menjadi penurunan pertama setelah melesat 7 pekan beruntun.
Pagi ini indeks yang mengukur kekuatan dolar AS tersebut kembali turun 0,37% ke 102,769. Penurunan tersebut terjadi mengikuti yield obligasi AS (Treasury), di mana tenor 10 tahun 13,9 basis poin sepanjang pekan lalu, melanjutkan penurunan 21,48 basis poin di pekan sebelumnya.
Penurunan dolar AS tersebut diperkirakan masih akan berlanjut dalam beberapa waktu ke depan, yang menjadi 'kesempatan dalam kesempitan' bagi rupiah untuk menguat.
"Dolar AS bersiap untuk menurun. Secara keseluruhan pelemahan kemungkinan akan berlanjut beberapa waktu ke depan," kata Edward Moya, analis dari OANDA sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (20/5/2022).
Sepanjang perdagangan bulan Mei, rupiah baru mencatat penguatan sekali saja. Jika melihat ke belakangan, rupiah tidak pernah menguat semenjak pemerintah melarang ekspor minyak goreng, minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya pada 29 April lalu.
Jumat lalu, rupiah akhirnya mampu menguat hingga 0,54% setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi)mengumumkan pembukaan kembali larangan ekspor produk minyak sawit termasuk minyak goreng dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).
CPO merupakan salah satu penyumbang devisa terbesar, sehingga ekspor yang kembali diizinkan memberikan dampak positif ke rupiah. Nilai ekspor CPO dan produk turunannya setiap bulannya mencapai US$ 2,5 miliar - 3 miliar.
Devisa saat ini menjadi faktor yang penting bagi rupiah, sebab tekanan eksternal sangat besar khususnya akibat kenaikan suku bunga di Amerika Serikat yang sangat agresif. Semakin besar devisa yang masuk, artinya BI punya lebih banyak "peluru" untuk menstabilkan rupiah.
Gubernur BI Perry Warjiyo dan kolega akan mengadakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 23 - 24 Mei mendatang, dan pelaku pasar menanti petunjuk kapan suku bunga akan dinaikkan. Sebab, bank sentral AS (The Fed) sangat agresif dalam menaikkan suku bunga, sehingga tekanan bagi BI untuk mengerek suku bunga cukup besar agar aset-aset dalam negeri tetap menarik.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)