
Situasi di China Makin Tak Terkendali, Lampu Kuning Buat RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Situasi di China saat ini diketahui makin tak terkendali. Terutama setelah kebijakan penguncian wilayah alias lockdown diberlakukan untuk penanganan Covid-19, penjualan ritel dan produksi industri kini turut jeblok.
Adapun, penjualan ritel turun 11,1% (year on year/yoy) pada April 2022. Selanjutnya produksi industri turun 2,9%. Khusus dalam sektor manufaktur, ada penurunan 4,6% yang dipengaruhi anjloknya penjualan otomotif dan peralatan.
Produksi mobil penumpang China turun 41,1% (yoy). Sektor otomotif di China menyumbang sekitar seperenam dari pekerjaan dan sekitar 10% dari penjualan ritel. Sedangkan penjualan mobil turun 31,6%. Ada sedikit perbaikan dibandingkan awal tahun.
Ekonom Bank BCA David Sumual menyatakan, imbas memburuknya kondisi China akan berdampak pada harga barang di Indonesia. Apalagi Indonesia masih bergantung pada impor barang jadi atau konsumsi dan setengah jadi dari China.
"Kita tahu banyak bahan setengah jadi dan konsumsi asalnya dari China," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (18/5/2022).
Barang konsumsi yang patut diperhatikan adalah pangan. Harga pangan melambung tinggi sejak beberapa bulan terakhir sehingga mendorong kenaikan inflasi, terutama akibat terhentinya pasokan pasca perang Rusia dan Ukraina.
"Harus antisipasi pangan. Banyak negara me-secure menjaga ketersediaan bahan pangan, salah satunya India, yang stop ekspor gandum setelah Rusia, Ukraina dan Australia," jelasnya.
Inflasi April 2022 tercatat sebesar 0,95% (mtm) atau 3,47% (yoy). Komponen harga bergejolak (volatile food/VF) menjadi penyumbang utama inflasi April dengan andil 0,39% dan mengalami inflasi sebesar 2,30% (mtm) didorong oleh peningkatan harga a.l. minyak goreng, daging ayam ras, dan telur ayam ras.
Komponen inflasi harga diatur Pemerintah (administered prices/AP) mengalami inflasi sebesar 1,83% (mtm), 4,83% (yoy) disebabkan adanya kenaikan bensin jenis Pertamax dan tarif angkutan udara. Sementara itu, inflasi inti tercatat sebesar 0,36% (mtm) atau 2,60% (yoy).
David memperkirakan inflasi tahun ini akan mencapai 4,2% atau lebih tinggi dari asumsi pemerintah dan Bank Indonesia (BI). Belum termasuk adanya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan LPG serta tarif listrik.
"Kalau semua sekaligus naik, parah," tegas David.
(Verda Nano Setiawan/dem)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Emas Tiba-Tiba Kembali Sentuh Level Psikologis