Harga Batu Bara Membara, Produsen Langsung Geber Produksi?
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara di pasar internasional saat ini terus menggoda produsen tambang untuk menggenjot produksinya. Mengingat, kenaikannya telah mencapai US$ 400 per ton.
Plh Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Djoko Widajatno menilai kenaikan harga batu bara memang menjadi berkah tersendiri bagi produsen tambang. Namun demikian, untuk memanfaatkan momentum tersebut, tidak serta merta produsen dapat mengubah tingkat produksi begitu saja tanpa perencanaan matang.
Setidaknya produsen perlu mengajukan revisi rencana kerja dan anggaran belanja atau RKAB yang telah disusun pada tahun ini terlebih dulu.
"Dan itu harus disetujui Direktorat Jenderal Minerba ESDM dan untuk mengubahnya perlu menghitung kembali," katanya dalam Closing Bell CNBC Indonesia, Rabu (18/05/2022).
Misalnya, jika perubahan tingkat produksi yang dilakukan begitu besar dan signifikan, maka produsen perlu membuat Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) baru. Sementara proses pembuatan AMDAl membutuhkan waktu.
"Kalau waktu tepat bisa menikmati keuntungan. Risikonya bisa kelebihan produksi dan mau dijual ke mana. Ini negara-negara lain berlomba untuk meningkatkan produksinya seperti India tapi terhalang oleh cuaca, China juga terhalang cuaca," kata Djoko.
Indonesia sendiri, menurut dia, sebenarnya juga dihadapkan pada tantangan cuaca dalam upaya mencapai target produksi pada tahun ini. Namun kondisi cuaca di Indonesia untuk operasi tambang tidak separah kedua negara tersebut.
"Mudah-mudahan alam masih bisa bersahabat dengan Indonesia, sehingga pada Mei ini bisa mencapai target yang direncanakan. Karena kalau kita liat 44 juta ton kali 12 baru 480 juta ton, kalau 50 juta ton baru 600 juta ton. Jadi pencapaian targetnya agak berat dengan cuaca ini," katanya.
Untuk diketahui, pada perdagangan Rabu (18/5/2022), harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) untuk kontrak Juni ditutup di level US$ 407/ton. Menguat 1,8% dibandingkan penutupan pada hari sebelumnya.
Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia sebelumnya menilai kenaikan harga batu bara membuat sejumlah perusahaan besar berencana untuk merevisi RKAB. Namun demikian, ia tak mempunyai data secara rinci.
"Lebih ditanyakan ke pemerintah sebagai regulator yang mereview pengajuan RKAB dan memberikan persetujuan. Kalau beberapa perusahaan besar mereka sudah announced di publik ada yang akan naikkan ada yang tetap," katanya.
Adapun saat dikonfirmasi mengenai siapa saja perusahaan yang telah mengajukan revisi rencana kerja dan anggaran belanja atau RKAB, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM Lana Saria belum memberikan respons.
Sayangnya, mengingat harga batu bara yang sedang membara ini, salah satu produsen batu bara raksasa Indonesia, yakni PT Arutmin Indonesia belum berencana menggenjot produksi batu bara.
General Manager Legal & External Affairs PT Arutmin Indonesia Ezra Sibarani mengatakan perseroan masih fokus untuk mencapai target di tahun ini. Sebab, perusahaan juga masih fokus untuk memenuhi komitmen dari kontrak yang sudah ada.
"Saat ini kita belum ada rencana untuk pengajuan revisi rencana kerja dan anggaran belanja atau RKAB. Kita coba penuhi dulu komitmen yang sudah ada termasuk untuk kebutuhan dalam negeri," kata dia kepada CNBC Indonesia, Rabu (18/5/2022).
(miq/miq)