
Harga Batu Bara Tembus US$ 400 Ton, Tarif Listrik Naik?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dinilai perlu mewaspadai pergerakan harga batu bara yang terus melambung tinggi. Sebab, kenaikan harga emas hitam yang berkepanjangan bakal berdampak langsung pada Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik.
Adapun pada perdagangan Rabu (18/5/2022), harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) untuk kontrak Juni ditutup di level US$ 407/ton. Harga itu menguat 1,8% dibandingkan penutupan pada hari sebelumnya.
Plh Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Djoko Widajatno menilai kenaikan harga batu bara yang terlalu tinggi memang menjadi berkah tersendiri bagi produsen tambang. Namun di sisi lain, kenaikan harga juga bakal berdampak pada kenaikan tarif listrik ke depan.
"Listrik pasti naik. Kalau listrik naik berarti produksi barang-barang di Indonesia yang diekspor akan dibebani oleh harga tersebut," kata dia dalam Closing Bell CNBC Indonesia, Rabu (18/5/2022).
Meski begitu, pemerintah sebenarnya telah mengantisipasi kenaikan harga batu bara di pasar internasional dengan menerapkan kebijakan domestic market obligation (DMO). Kebijakan ini telah mengatur harga batu bara yang dijual ke PT PLN (Persero) maksimal US$ 70 per ton.
Sehingga berapapun kenaikan harga batu bara, asalkan kebijakan DMO yang telah ditetapkan pemerintah dapat dijalankan sebagaimana mestinya, tarif listrik nasional tidak akan mengalami banyak perubahan. Sekalipun harga di pasar internasional saat ini sudah tembus di level US$ 400 per ton.
"Di Indonesia berdasarkan HBA cuma US$ 70 jadi masih ada perbedaan yang tinggi antara harga DMO dengan harga pasar yang mendekati US$ 400, akan tetapi dengan dijual US$ 70 pun pengusaha sudah memiliki keuntungan karena biaya daripada pertambangan sekitar US$ 35," katanya.
Seperti diketahui, Tarif dasar listrik (TDL) berpotensi mengalami kenaikan pada Juli 2022 ini. Ancaman kenaikan harga setrum itu terjadi imbas dari rencana dibentuknya entitas khusus batu bara atau Badan Layanan Umum (BLU) pemungut iuran batu bara.
Dengan hadirnya BLU batu bara, kabarnya harga batu bara dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) akan dilepas melalui mekanisme pasar, sehingga tidak lagi dipatok senilai US$ 70 per ton. Kelak, BLU batu bara itu akan bertugas sebagai pemungut iuran batu bara kepada perusahaan dan menyalurkan iuran hasil selisih harga batu bara pasar dengan patokan US$ 70 ke PT PLN.
"Di Pasal 5 UU Minerba, harga DMO batu bara ditetapkan oleh pemerintah. Harga batu bara untuk DMO diserahkan ke mekanisme pasar tentu tidak sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945 dan UU Minerba," terang Pengamat Hukum Sumber Daya Universitas Tarumanegara Ahmad Redi kepada CNBC Indonesia, Rabu (18/5/2022).
Menurut dia, pembentukan BLU yang menjadi tukang pungut iuran ke perusahaan tambang sebagai penutup disparitas membikin tata kelola DMO makin kompleks.
Redi mencontohkan, kelak 100% batu bara dijual melalui mekanisme pasar. Kemudian pengusaha yang menjual batu bara itu membayar iuran ke BLU, lalu BLU memberikan iuran tersebut untuk subsidi ke PLN.
"Selain tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 5 UU Minerba, bahwa harga batu bara DMO ditetapkan pemerintah. Seolah-olah PLN harus mengemis iuran dari pelaku usaha tambang. Padahal batu bara itu mengandung spirit ketahanan energi," kata Redi.
Pembelian batu bara PLN mengikuti patokan harga di pasar berpotensi menaikkan TDL ke depannya. Sebab, harga batu bara pasar cenderung fluktuatif, apabila harga batu bara naik, secara hitung-hitungan di atas kertas akan meningkatkan ongkos produksi listrik PLN dan memicu kenaikan TDL.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kunci RI Maksimalkan Potensi Batu Bara & Capai Target EBT
