India Larang Ekspor Gandum, Fitch: Bakal Dikecam Dunia

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
Selasa, 17/05/2022 15:55 WIB
Foto: Ilustrasi (Photo by TymurKhakimov via pexels)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah India menutup keran ekspor gandum untuk mengamankan pasokan lokal. Namun langkah ini kemudian dikritik karena dilakukan di tengah ancaman krisis pangan dunia.

Pada 13 Mei, pemerintah India melarang ekspor gandum. Akan tetapi beberapa negara masih bisa membeli gandum melalui letter of credit. Kebijakan in dikeluarkan karena harga pangan global yang tinggi sejak serangan Rusia ke Ukraina. Selain itu juga gelombang panas di Asia Selatan memperparah keadaan.

Harga gandum dunia merespon larangan tersebut dengan kenaikan harga sebesar 6% setelah pengumuman, tapi masih berada di bawah puncaknya pada bulan Maret lalu.


Fitch Solution meyakini beberapa negara mampu keluar dari masalah tingginya harga gandum dengan mengandalkan produksi sendiri dan kemampuan bayar karena keuntungan harga komoditas.

"Di antara negara-negara dengan konsumsi gandum yang tinggi, beberapa akan dapat mengandalkan produksi dalam negeri (seperti Rusia dan Australia)," tulis Fitch dalam laporannya.

"Sementara yang lain akan dapat membeli gandum dengan harga premium, diuntungkan dari pendapatan ekspor minyak yang lebih tinggi, termasuk UEA dan Arab Saudi."

Mesir dan Turki cukup beruntung karena dikecualikan dari daftar larangan ekspor gandum India. Sedangkan tetangga India, Bangladesh, masih harus berjuang mencari alternatif pengganti gandum India. Apalagi 12% kebutuhan gandum nasional Bangladesh dipasok oleh India.

Foto: Fitch Solution
Konsumsi Gandum

Aliran gandum dari India yang dihentikan akan meningkatkan protes dan tekanan fiskal secara global.

"Setelah invasi Rusia ke Ukraina, kami membuat sejumlah besar revisi ke bawah pada skor Indeks Risiko Politik Jangka Pendek (STPRI) milik kami, yang sebagian besar mencerminkan meningkatnya risiko ketidakstabilan sosial karena tekanan ekonomi," tulis Fitch.

Larangan ekspor gandum India akan menambah risiko, terutama di negara-negara yang menghadapi risiko politik lebih tinggi atau tekanan inflasi.

Meskipun digempur kenaikan harga komoditas secara keseluruhan, sebagian negara mempertahankan subsidi energi dan atau makanan untuk melindungi rumah tangga dari kenaikan harga. Bahkan i Nigeria, Afrika Selatan, Kenya, Mozambik, dan Angola meningkatkan subsidinya.

Dampak buruk dari tekanan ekonomi yang ditimbulkan dari kondisi tingginya harga komoditas dan pangan adalah ketidakpuasan rakyat dan memaksa pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan menjelang pemilihan umum. Meskipun ada potensi keributan dan protes besar-besaran dari masyarakat, namun Fitch yakin masih dapat ditangani.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ras/ras)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Sinyal Lesunya Ekonomi RI, Kredit Perbankan Melambat Lagi