Morgan Stanley Optimistis RI Bisa Lawan Stagflasi

Tim Riset, CNBC Indonesia
13 May 2022 18:10
A customer looks for food on the racks inside a convenience store at Tokyo Station in Tokyo, Japan, ahead of Typhoon Hagibis October 12, 2019. REUTERS/Kim Kyung-hoon
Foto: Rak supermarket yang kosong akibat para warga bersiap hadapi badai Topan Hagibis di Tokyo, Jepang. (REUTERS/Kim Kyung-hoon)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kawasan ASEAN diperkirakan memiliki posisi yang lebih baik dalam menghadapi kondisi iklim ekonomi yang semakin menantang setelah ekonomi global mengalami pemulihan cepat pasca pandemi. Hal ini dikemukakan oleh Morgan Stanley (MS) dalam risetnya terkait ekonomi ASEAN dan disusun oleh Deyi Tan, Louise Loo, dan Jin Choi.

Kondisi ekonomi yang memantang tersebut datang dalam bentuk potensi stagflasi, di mana pertumbuhan ekonomi terbatas dengan tingkat inflasi yang cukup tinggi.

Morgan Stanley melihat ekspansi ekonomi mulai bergeser ke arah yang kurang nyaman dengan ASEAN terlihat lebih baik pada posisinya dibandingkan Asia Utara.

Tiga perdebatan utama akan potensi stagfalsi yang terjadi adalah terkait ketegangan geopolitik, khususnya yang masih berlangsung di Eropa Timur, kebijakan nol covid yang ditempuh China, dan pandangan umum Fed yang kian hawkish.

Dampak dari kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan baru yakni seberapa rendah pertumbuhan ini bisa berjalan? Seberapa tinggi inflasi yang terjadi? Serta seberapa ketat kebijakan akan diimplementasi?

Meski demikian, MS tidak mengharapkan akhir dari siklus ekspansi akan segera terjadi - melainkan ekspansi tinggi yang dirasakan pasca pandemi telah bergeser ke arah yang kurang diinginkan karena pertumbuhan yang lebih lambat, inflasi yang lebih tinggi, dan normalisasi kebijakan yang lebih cepat dari sebelumnya.

Bank investasi global tersebut mencatat bahwa risiko perlambatan ekonomi semakin terlihat jelas di tahun 2023 mendatang.

Menghadapi situasi pelik tersebut, MS menyebut bahwa ekonomi dengan yang dilengkapi dengan lindung nilai akan stagflasi dan penyangga permintaan domestik memiliki posisi yang lebih baik. Ekonomi ASEAN disebut MS masuk dalam kategori tersebut dengan Indonesia, Malaysia, dan Filipina berada pada posisi yang lebih baik.

Terkait pertumbuhan tahun ini, MS melihat negara-negara seperti Korea, Taiwan dan Singapura cenderung melambat dengan kawasan ASEAN masih tumbuh tetapi dengan tingkat laju yang lebih rendah.

Ekspor akan moderat karena kawasan ini lebih rentan terhadap perlambatan ekonomi di China dan gangguan rantai pada pemasokan. Lalu, naiknya harga komoditas menimbulkan arus silang, yang mana menguntungkan eksportir komoditas dengan merugikan importir.

Terkait inflasi MS memperkirakan Indeks Harga Konsumen (CPI) akan mencapai puncaknya di level 3%-6% pada kuartal dua dan tiga tahun ini di sebagian besar perekonomian. Namun, MS mengharapkan inflasi di kawasan tersebut dapat turun tanpa mematikan permintaan domestik.

Terakhir tentang seberapa berpengaruh pengetatan kebijakan moneter, MS menilai bahwa normalisasi kebijakan, tidak terlalu mengganggu dan bukan hal yang ditakuti oleh pasar, meskipun Fed telah mengambil posisi hawkish. Hal ini lantaran stabilitas makro domestik di kawasan ini juga tidak terlalu panas, seperti yang terjadi di AS.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Morgan Stanley Naikkan Proyeksi Inflasi RI, Menuju Stagflasi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular