
Rupiah Jeblok ke Rp 14.600/US$, BI Buka Suara

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) tetap memantau pergerakan nilai tukar rupiah setiap saat. Mekanisme pasar diutamakan, namun apabila pergerakan terlalu liar maka BI siap menggunakan jalur intervensi.
"BI tentu lebih mengutamakan mekanisme pasar, kita terus memonitor market dengan watching closely supply valas masih ada di market oleh pelaku pasar, atau dengan kata lain adanya market driven," ungkap Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI), Edi Susianto kepada CNBC Indonesia, Jumat (13/5/2022)
Melansir data Refintiv, rupiah membuka perdagangan hari ini dengan stagnan, kemudian sempat menguat tipis 0,03% sebelum berbalik melemah 0,21% ke Rp 14.625/US$. Level tersebut merupakan yang terlemah dalam satu setengah tahun terakhir, tepatnya sejak 3 November 2020.
Rupiah akan kesulitan menguat hari ini melihat indeks dolar AS yang kemarin melesat 0,84% ke 104,75, rekor tertinggi 20 tahun yang baru. Apalagi, jika kembali terjadi capital outflow di pasar saham.
Edi beranggapan pasokan valuta asing dolar AS sejauh ini tercukupi. Terutama dari eksportir. Sehingga tidak ada kekhawatiran yang berlebihan. Apalagi dibandingkan dengan banyak negara kawasan, pelemahan rupiah cenderung lebih kecil.
"Dalam keseimbangan supply dan demand valas di market sangat terganggu sehingga menyebabkan potensi pergerakan nilai tukar rupiah mengalami lonjakan (volatilitas) yang sangat tinggi, tentu BI akan berada di pasar untuk smoothing the volatility dan untuk menjaga ekspektasi, sehingga mekanisme pasar dapat berfungsi dengan baik," paparnya.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Penyebab Cadangan Devisa RI US$155,7 M: Utang Sampai Devisa Migas