
IHSG Rontok Lagi 1%, Tembus Level 6.500!

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali dibuka melemah. Di awal perdagangan Jumat (13/5/2022), IHSG terpantau ambles 0,47% di level 6.568,88.
IHSG cenderung terkoreksi di sepanjang minggu ini. Apa bila hari ini indeks ditutup di zona merah, maka genap satu minggu penuh IHSG melemah tanpa perlawanan.
Pada perdagangan pagi, asing terpantau sudah net sell senilai Rp 373 miliar. Saham BBRI dan BBCA kembali menjadi saham paling banyak dilepas asing dengan net sell Rp 206 miliar dan Rp 88 miliar.
Sementara itu saham ADMR dan UNVR justru diburu asing dengan net buy mencapai Rp 14 miliar dan Rp 7,8 miliar.
Pada perdagangan terakhir pekan ini, tentu banyak yang berharap akan ada kabar gembira dari pasar keuangan hari ini, apalagi dalam menyambut momentum long weekend.
Namun sayang, kata volatilitas tinggi masih belum bisa lepas dari perdagangan. Untuk aset seperti saham domestik, koreksi tajam pada IHSG memang membuatnya masuk ke area jenuh jual (oversold) secara teknikal.
Alih-alih menguat, indeks justru jatuh semakin dalam sesaat setelah dibuka. IHSG anjlok 1,05% ke level 6.531,93 pada pukul 19.12.
Biasanya jika level jenuh jual sudah tersentuh, secara psikologis pelaku pasar akan menilai harga aset yang ambruk sudah kelewat murah dan melakukan aksi beli sehingga harga pun terdongkrak.
Namun jika tekanan jual masih begitu kuat, sentimen negatif juga masih lekat, bisa jadi sulit untuk pasar mengalami recovery dalam waktu singkat.
Pasar keuangan bisa saja memasuki periode bearish. Apalagi untuk IHSG yang secara historis di bulan Mei memiliki kecenderungan koreksi 45% dalam satu dekade terakhir.
Untuk perdagangan hari ini ada beberapa sentimen yang perlu dicermati oleh pelaku pasar baik yang datang dari eksternal maupun internal.
Dari sisi eksternal, sentimen yang dominan masih seputar inflasi dan kenaikan suku bunga acuan. Selain itu juga ada konflik Rusia dan Ukraina yang belum mencapai titik temu.
Pasar komoditas juga bergerak dengan volatilitas tinggi. Pergerakan harga minyak dengan fluktuasi yang tinggi mencerminkan risiko bagi ekonomi dan pasar keuangan.
Sementara itu dari dalam negeri, hari ini Bank Indonesia (BI) akan merilis data cadangan devisa Indonesia di bulan April.
Trading Economics memperkirakan cadangan devisa Indonesia bulan lalu berada di US$ 137,9 miliar atau turun dari bulan sebelumnya yang mencapai US$ 139,1 miliar.
Meskipun neraca dagang Indonesia masih surplus besar, tetapi dengan adanya outflow dan rupiah yang tertekan bisa saja membuat cadangan devisa tergerus untuk kebutuhan stabilisasi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/dhf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000