Lapor Pak Perry, Rupiah Tembus Rp 14.600/US$!
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sekali lagi gagal mempertahankan penguatan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (12/5/2022). Dengan demikian dalam 4 hari perdagangan, pergerakan rupiah selalu sama, menguat di awal tetapi di akhirnya perdagangan malah melemah atau stagnan.
Di pembukaan perdagangan hari ini rupiah langsung menguat 0,21% ke Rp 14.525/US$. Setelahnya penguatan rupiah malah terpangkas hingga berbalik melemah bahkan menyentuh Rp 14.600/US$ atau melemah 0,31%. Level tersebut merupakan yang terlemah dalam 10 bulan terakhir atau tepatnya pada 16 April 2021 lalu.
Di penutupan perdagangan rupiah berada di Rp 14.595/US$, melemah 0,27% di pasar spot.
Capital outflow terus terjadi di pasar saham membuat rupiah tertekan. Pasar obligasi pun mulai tak menarik lagi. Alhasil, rupiah kehabisan tenaga menghadapi gempuran dolar AS yang sedang perkasa akibat bank sentralnya (The Fed) agresif menaikkan suku bunga.
Di pasar saham, net sell investor asing hari ini tercatat lebih dari Rp 700 miliar, dengan demikian dalam 4 hari total capital outflow mencapai Rp 6,7 triliun.
Lelang Surat Utang Negara (SUN) yang dilakukan Selasa kemarin sepi peminat. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR)
Kementerian Keuangan, total penawaran yang masuk dalam lelang SUN hanya Rp 19,74 triliun, termasuk 1,33 triliun penawaran investor asing. Nilai penawaran tersebut menjadi yang terendah di tahun ini, bahkan di bawah target indikatif Rp 20 triliun, dan hanya diserap sebanyak Rp 7,76 triliun.
The Fed yang sangat agresif dalam menaikkan suku bunga di tahun ini membuat bursa saham global rontok, pasar obligasi Indonesia pun menjadi tak menarik sebab selisih yield menjadi semakin menyempit.
Oleh karena itu, pelaku pasar kini menanti apakah Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat atau masih mempertahankan sikap dovish-nya.
Pada pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi April 2022, Gubernur Perry Warjiyo menyatakan masih bersabar untuk menaikkan suku bunga. Ia sekali lagi menegaskan kebijakan moneter tidak merespon administered prices atau harga yang ditentukan pemerintah.
"Esensinya, sabar. Menunggu koordinasi lebih lanjut, pada waktunya kami akan menjelaskan. Komitmen kami menjaga stabilitas, mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Perry dalam jumpa pers usai RDG, Selasa (19/4/2022).
Namun, kini dengan inflasi terus menanjak dan aset-aset dalam negeri mulai tertekan, peluang BI menaikkan suku bunga dalam waktu dekat semakin besar.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> BI Naikkan Suku Bunga atau Jaga Momentum Pertumbuhan Ekonomi?
(pap/pap)