Dolar Singapura Dekat Rekor vs Ringgit, Lawan Rupiah Juga?
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura akhir bulan lalu mencetak rekor tertinggi sepanjang masa melawan ringgit, dan saat ini masih berada di dekat level tersebut. Sebaliknya melawan rupiah, dolar Singapura berada di dekat level termurah di tahun ini.
Pada perdagangan Kamis (12/5/2022) dolar Singapura diperdagangkan di kisaran RM 3,1478/SG$, sementara rekor tertinggi sepanjang masa RM 3,1752/SG$ dicapai pada 26 April lalu.
Sementara melawan rupiah, dolar Singapura berada di kisaran Rp 10.471/SG$ stagnan dibandingkan penutupan kemarin. Sementara rekor termurah Rp 10.419/SG$ disentuh pada Jumat pekan lalu.
Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) yang mengetatkan kebijakan moneter pada pertengahan April lalu membuat dolar Singapura menguat melawan ringgit hingga mencetak rekor tertinggi sepanjang masa. Namun sebaliknya melawan rupiah, dolar Singapura justru malah melemah.
Hal ini tidak lepas dari fundamental dalam negeri yang membaik terutama akibat tingginya harga komoditas. Neraca perdagangan Indonesia surplus 23 bulan beruntun, yang membuat devisa mengalir deras ke dalam negeri.
Selain itu, di pasar saham juga terjadi capital inflow yang masif. Meski di pekan ini tercatat outflow lebih dari 6 triliun tetapi sepanjang tahun ini masih ada inflow sekitar Rp 65 triliun di pasar reguler, nego dan tunai.
Selain itu, pelaku pasar saat ini menanti apakah Bank Indonesia (BI) akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat, terutama setelah inflasi terus menanjak.
Badan Pusat Statistik (BPS) di awal pekan ini mengumumkan data inflasi Indonesia periode April 2022 tumbuh 0,95% dibandingkan sebulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Ini menjadi rekor tertinggi sejak 2017.
Sementara dibandingkan April 2021 (year-on-year/yoy), terjadi inflasi 3,47%. Ini adalah yang tertinggi sejak 2019.
Inflasi inti dilaporkan tumbuh 2,6% (yoy), tertinggi sejak Mei 2020 tetapi sedikit lebih rendah dari hasil polling Reuters 2,61% (yoy). Hingga April lalu, inflasi inti sudah naik dalam 7 bulan beruntun.
Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo memastikan respon kebijakan BI akan sangat tergantung dari penyebab inflasi. Bank sentral akan juga melakukan sejumlah upaya untuk meredam inflasi termasuk dengan memperkuat kerja sama dengan pemangku kepentingan, termasuk pemerintah.
"BI terus memonitor resiko inflasi ke depan, besaran dan timing dari respons kebijakan moneter akan tergantung pada faktor-faktor penyebab inflasi. Jika tekanan inflasi, khususnya inflasi inti, dipandang permanen dan akan melampaui sasaran, BI siap mengambil langkah-langkah berikutnya termasuk penyesuaian suku bunga," tutur Dody, kepada CNBC Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)