Dolar Australia Lagi-Lagi Nyaris ke Bawah Rp 10.000/AU$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
12 May 2022 12:05
Ilustrasi dolar Australia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi dolar Australia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Australia turun melawan rupiah pada perdagangan Kamis (12/5/2022), dan sekali lagi nyaris menembus ke bawah Rp 10.000/AU$. Risiko pelambatan ekonomi China dan terus merosotnya bursa saham global memberikan tekanan bagi dolar Australia.

Melansir data Refinitiv, dolar Australia pagi ini menyentuh Rp 10.053/AU$, melemah 0,43% di pasar spot.

Pasar saat ini mulai cemas akan pelambatan ekonomi China, sebab saat ini kembali menerapkan kebijakan lockdown.

China merupakan pasar ekspor terbesar Australia, sehingga ketika perekonomian China melambat maka permintaan dari Australia akan menurun. Pada akhirnya perekonomian Australia akan terkena imbasnya.

Selain itu bursa saham global yang terus merosot belakangan ini cukup memukul dolar Australia yang sering dianggap risk on currency. Artinya, ketika sentimen pelaku pasar membaik yang tercermin dari kenaikan bursa saham global dolar Australia cenderung mengikuti, begitu juga sebaliknya.

Saat sentimen pelaku pasar memburuk, rupiah sebenarnya juga mendapat pukulan.Tetapi untuk saat ini rupiah masih diuntungkan dari tingginya harga komoditas, yang membuat neraca perdagangan surplus dalam 23 bulan beruntun, dan pasokan devisa mengalir deras ke dalam negeri.

Selama harga komoditas masih tinggi, kinerja rupiah masih akan terjaga.

Selain itu, dengan inflasi yang terus menanjak di Indonesia, bukan tidak mungkin Bank Indonesia (BI) akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat. Hal ini yang dinanti pelaku pasar saat ini.

Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo memastikan respon kebijakan BI akan sangat tergantung dari penyebab inflasi. Bank sentral akan juga melakukan sejumlah upaya untuk meredam inflasi termasuk dengan memperkuat kerja sama dengan pemangku kepentingan, termasuk pemerintah.

"BI terus memonitor resiko inflasi ke depan, besaran dan timing dari respons kebijakan moneter akan tergantung pada faktor-faktor penyebab inflasi. Jika tekanan inflasi, khususnya inflasi inti, dipandang permanen dan akan melampaui sasaran, BI siap mengambil langkah-langkah berikutnya termasuk penyesuaian suku bunga," tutur Dody, kepada CNBC Indonesia.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tahun Lalu Jeblok 4%, Dolar Australia Turun Lagi di Awal 2022

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular