Sentimen Global Masih Kurang Sedap, Bursa Asia Ambruk Lagi
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik kembali dibuka melemah pada perdagangan Kamis (12/5/2022), di tengah berombaknya pasar saham Amerika Serikat (AS) di mana bursa saham AS kembali terkoreksi pada perdagangan Rabu kemarin waktu AS.
Indeks Nikkei Jepang dibuka ambles 1,07%, Hang Seng Hong Kong ambruk 1,41%, Shanghai Composite China melemah 0,48%, Straits Times Singapura terkoreksi 0,46%, ASX 200 Australia turun tipis 0,05%, dan KOSPI Korea Selatan merosot 0,86%.
Di tengah koreksinya kembali Shanghai dan bursa Asia-Pasifik lainnya, Perdana Menteri China, Li Keqiang mendesak para pejabat dapat menggunakan kebijakan fiskal dan moneternya untuk menstabilkan lapangan kerja dan ekonomi yang kembali melambat akibat pandemi virus corona (Covid-19) yang kembali memburuk di China.
Cenderung kembali melemahnya bursa Asia-Pasifik pada hari ini terjadi di tengah terkoreksinya lagi bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan Rabu kemarin waktu setempat, setelah dirilisnya inflasi AS pada periode April 2022.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup ambles 1,02% ke level 31.834,109, S&P 500 ambruk 1,65% ke 3.935,18, dan Nasdaq Composite anjlok 3,18% ke posisi 11.364,24.
Inflasi Negeri Paman Sam dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) pada April kembali mencapai 8,3% atau lebih buruk dari ekspektasi ekonom dan analis dalam polling Dow Jones yang memperkirakan angka 8,1%. Namun, realisasi tersebut masih lebih landai dari inflasi Maret 2022 yang tercatat sebesar 8,5%.
Sedangkan inflasi inti, yang mengecualikan harga energi dan makanan, melompat 6,2% atau lebih buruk dari ekspktasi sebesar 6%. Dalam basis bulanan, inflasi tercatat sebesar 0,3% sedankan inflasi inti sebesar 0,6%.
Inflasi memang masih menjadi risiko utama ekonomi AS. Kenaikan inflasi yang mencapai level tertingginya dalam lebih dari 4 dekade terakhir diyakini berdampak ke semua elemen masyarakat.
Tidak hanya masyarakat kalangan bawah saja yang menderita karena tingginya harga barang dan jasa di AS. Orang-orang kaya di AS juga ikut terdampak, terutama mereka yang memiliki portofolio saham-saham teknologi.
Kenaikan inflasi yang sangat tinggi membuat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang sebelumnya royal tebar uang mendadak menjadi sangat agresif dalam mengetatkan kebijakan moneternya.
Suku bunga acuan diramal bakal dinaikkan sampai lebih dari 5 kali pada tahun ini. Alhasil, aset-aset yang tergolong dalam growth stock berguguran. Kekayaan para crazy rich pun menguap.
Kenaikan harga telah menjadi perhatian utama, terutama karena The Fed menaikkan suku bunga acuan dan memangkas neraca untuk mengatasi inflasi.
Menyusul rilis inflasi tersebut, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun yang menjadi acuan di pasar sempat kembali menguat melewati level psikologis 3%. Namun pada pukul 21:30 malam waktu AS atau pukul 08:30 WIB hari ini, yield Treasury tenor 10 tahun kembali melandai ke kisaran level 2,8%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)