Rupiah Melesat Lagi di Awal Perdagangan, tapi....

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Kamis, 12/05/2022 09:13 WIB
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah lagi-lagi menguat cukup tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan hari ini. Tetapi pertanyaannya apakah bisa dipertahankan hingga penutupan nanti? Sebab dalam 3 hari terakhir, rupiah selalu gagal mencatat penguatan meski selalu menguat di awal perdagangan.

Pada Kamis (12/5/2022) rupiah membuka perdagangan di Rp 14.525/US$, menguat 0,21% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Tanda-tanda rupiah akan menguat pagi ini sudah terlihat dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih kuat ketimbang beberapa saat setelah penutupan perdagangan kemarin. 


PeriodeKurs Rabu (11/5) pukul 15:03 WIBKurs Kamis (12/5) pukul 8:58 WIB
1 PekanRp14.521,9Rp14.513,0
1 BulanRp14.564,1Rp14.559,0
2 BulanRp14.604,9Rp14.599,0
3 BulanRp14.687,8Rp14.647,0
6 BulanRp14.835,5Rp14.764,0
9 BulanRp14.967,0Rp14.879,0
1 TahunRp15.097,0Rp15.020,5
2 TahunRp15.629,4Rp15.439,0

Inflasi di Amerika Serikat (AS) yang menunjukkan tanda mulai melandai membuat rupiah mampu menguat.

Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) bulan April dilaporkan tumbuh 8,3% year-on-year (yoy) lebih rendah dari bulan sebelumnya 8.5% (yoy).

Untuk pertama kalinya dalam 8 bulan inflasi di AS akhirnya menurun, The Fed tentunya tidak akan bertindak lebih agresif dari saat ini. Hal Tersebut membuat tenaga dolar AS untuk menguat tidak akan bertambah.

Presiden The Fed wilayah St Louis James Bullard mengatakan inflasi pada bulan April masih tinggi, tetapi tidak akan membuat The Fed menaikkan suku bunga 75 basis poin pada bulan depan.

Seperti diketahui The Fed mulai menaikkan suku bunga pada bulan Maret lalu, sebesar 25 basis poin menjadi 0,25% - 5%.

Di bulan ini The Fed lebih agresif lagi dengan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 0,75% - 1%. Kenaikan ini menjadi yang terbesar dalam 22 tahun terakhir.

Tidak sampai di situ, ketua The Fed Jerome Powell bahkan terang-terangan menyatakan suku bunga bisa dinaikkan lagi 50 basis poin dalam beberapa pertemuan ke depan. Namun, Powell juga mengesampingkan kemungkinan kenaikan 75 basis poin.

"Kenaikan 50 akan didiskusikan dalam beberapa pertemuan mendatang. (Kenaikan) 75 basis poin bukan sesuatu yang dipertimbangkan anggota komite kebijakan moneter," kata Powell saat konferensi pers Kamis (5/5/2022).

Pasca pengumuman tersebut, pelaku pasar mayoritas melihat suku bunga di AS akhir tahun ini akan berada di rentang 2,75-3%, berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group. Artinya, suku bunga kemungkinan akan dinaikkan 200 basis poin lagi.

Dengan The Fed tidak lebih agresif lagi, maka dolar AS diperkirakan tidak akan menguat terlalu jauh sebab pasar saat ini sudah price in terhadap kenaikan 50 basis poin dalam beberapa pertemuan ke depan.

"Memang benar pengetatan moneter sudah price in ke dolar AS, yang artinya penguatannya akan terbatas. Di saat yang sama, kami tidak mengesampingkan kemungkinan The Fed lebih hawkish, misalnya dengan menaikkan suku bunga mendekati 4%," kata ahli strategi valas di ING, sebagaimana dilansir Reuters, Kamis (5/5/2022).

"Kami pikir kekuatan dolar AS masih akan bertahan selama The Fed sejalan dengan ekspektasi kenaikan suku bunga pelaku pasar," tambahnya.

Artinya, jika The Fed menaikkan suku bunga lebih tinggi dari ekspektasi pasar 3% di akhir tahun, dolar AS akan menguat lebih jauh. Sebaliknya, jika kenaikan suku bunga lebih rendah dari ekspektasi pasar, maka dolar AS bisa jadi akan berbalik turun.

Hal tersebut terjadi karena pasar sudah price in terhadap kenaikan suku bunga AS hingga menjadi 3% di akhir tahun nanti.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: "Syarat" Suku Bunga BI Bisa Turun Lebih Cepat Dari The Fed