Bursa Asia Ditutup Beragam, Hang Seng Melesat Tapi IHSG Loyo
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik ditutup bervariasi pada perdagangan Rabu (11/5/2022), di tengah reaksi pelaku pasar akan meningkatnya inflasi di China pada April lalu.
Indeks Nikkei Jepang ditutup naik 0,18% ke level 26.213,64, Hang Seng Hong Kong melesat 0,97% ke 19.824,57, Shanghai Composite China menguat 0,75% ke 3.058,7, dan ASX 200 Australia berakhir terapresiasi 0,19% ke posisi 7.064,7.
Sedangkan untuk indeks Straits Times Singapura ditutup melemah 0,25% ke level 3.226,07, KOSPI Korea Selatan terkoreksi 0,17% ke 2.592,27, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir turun tipis 0,05% ke posisi 6.816,2.
Beragamnya bursa Asia-Pasifik pada hari ini terjadi di tengah meningkatnya inflasi China pada periode April lalu.
Biro Statistik Nasional (National Bureau of Statistik/NBS) China melaporkan inflasi melonjak menjadi 2,1% pada bulan lalu secara tahunan (year-on-year/yoy), dari sebelumnya pada Maret lalu sebesar 1,5%.
Angka tersebut melampaui ekspektasi pasar dalam survei Reuters yang memperkirakan inflasi China melonjak 1,8% pada bulan lalu.
Kebijakan karantina wilayah (lockdown) sangat ketat yang dilakukan Presiden Xi Jinping serta meningkatnya penyebaran virus corona (Covid-19) di China membuat biaya operasional naik.
Pabrik-pabrik juga kesulitan untuk memperoleh bahan baku serta mengirimkan produk mereka yang membuat kenaikan harga tidak terbendung.
Kenaikan harga komoditas energi juga mau tidak mau membuat produksi dan ongkos transportasi membengkak yang membuat inflasi melonjak.
Sebagai catatan, China mengunci setidaknya 45 kota sejak Maret 2022, termasuk pusat bisnis Shanghai. Penguncian wilayah dilakukan menyusul melonjaknya kasus Covid-19 akibat varian Omicron.
Baik inflasi pangan atau non-pangan sama-sama naik pada April tahun ini. Harga pangan naik 1,9% (yoy), berbanding terbalik dengan kontraksi 1,5% pada bulan sebelumnya.
Harga sayuran segar bahkan melonjak hingga 24% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu serta melonjak 17,2% dibandingkan Maret. Kenaikan ongkos logistik serta kebutuhan membuat harga kentang naik 8,8%, telur naik 7,1%, dan buah segar naik 5,2%.
Meski inflasi Negeri Panda pada bulan lalu melonjak, tetapi investor cenderung mengabaikannya karena mereka menilai bahwa pasar saham saat ini sudah cenderung murah dan mereka pun memburunya kembali meski risiko dari ketidakpastian kondisi global masih cukup besar.
Sebelumnya pada penutupan perdagangan Selasa kemarin waktu setempat, dua indeks utama di Wall Street berhasil rebound ke zona hijau setelah selama tiga hari beruntun ambruk.
Hanya indeks Dow Jones yang masih terkoreksi kemarin, yakni melemah 0,26%. Sedangkan sisanya berhasil rebound. Indeks S&P 500 ditutup menguat 0,25% dan Nasdaq Composite melesat 0,98%.
Rebound-nya Wall Street kemarin terjadi berbarengan dengan melandainya imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun yang menjadi acuan di pasar dengan kembali ke bawah level psikologis 3%.
"Terlepas dari ekspektasi kami bahwa inflasi akan menurun dan pertumbuhan ekonomi kian berkelanjutan, kami yakin bahwa investor semestinya bersiap menghadapi volatilitas saham lebih jauh jelang pergerakan signifikan di variabel penting ekonomi dan pasar obligasi," tutur analis UBS Mark Haefele seperti dikutip CNBC International.
Investor di AS saat ini menanti rilis data inflasi Negeri Paman Sam pada periode April 2022 yang dijadwalkan akan dirilis hari ini dan diprediksikan akan berada di bawah angka inflasi bulan Maret yang menyentuh 8,5%. Hal tersebut dapat menjadi indikasi jika inflasi telah menyentuh puncaknya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/vap)