
Duh! Rupiah 'PHP' Terus, Lagi-Lagi Batal Menguat

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah lagi-lagi belum mampu menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (11/5/2022) padahal sentimen pelaku pasar yang mulai membaik. Aksi jual yang masih melanda pasar saham membuat rupiah memangkas penguatannya hingga kembali berakhir stagnan.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,24% ke Rp 14.520/US$. Sayangnya level tersebut menjadi yang terkuat hari ini. Apresiasi rupiah kemudian terpangkas hingga mengakhiri perdagangan di Rp 14.555/US$. Hal yang sama juga terjadi dalam dua hari sebelumnya. Di awal pekan rupiah menguat pagi hari sebelum berakhir merosot, sementara kemarin sama dengan hari ini berakhir stagnan.
Sentimen pelaku pasar yang membaik membuat rupiah mampu menguat di awal perdagangan hari ini. Bursa saham AS (Wall Street) yang mulai bangkit menjadi indikasi sentimen pelaku pasar yang membaik. Indeks S&P 500 menguat 0,25%, Nasdaq nyaris 1%, hanya indeks Dow Jones yang masih melemah 0,26%.
Saat sentimen pelaku pasar mulai membaik, maka investor kembali masuk ke aset-aset berisiko yang bisa berdampak positif ke rupiah. Namun sayangnya aksi jual terus berlanjut di pasar saham Indonesia. Dalam dua hari terakhir, investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih sekitar Rp 5,2 triliun di pasar saham Indonesia.
Aksi jual tersebut masih berlanjut hari ini sebesar Rp 880 miliar di pasar reguler, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sempat menguat tajam berakhir melemah tipis 0,05%.
Pasar obligasi juga bernasib sama. Lelang Surat Utang Negara (SUN) yang dilakukan Selasa kemarin sepi peminat. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, total penawaran yang masuk dalam lelang SUN hanya Rp 19,74 triliun, termasuk 1,33 triliun penawaran investor asing.
Nilai penawaran tersebut menjadi yang terendah di tahun ini, bahkan di bawah target indikatif Rp 20 triliun, dan hanya diserap sebanyak Rp 7,76 triliun.
Sementara itu hari ini, Bank Indonesia (BI) melaporkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada April 2022 sebesar 113,1. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yakni 111.
IKK menggunakan angka 100 sebagai titik mula. Skor di atas 100 menandakan konsumen optimistis melihat situasi ekonomi.
Selain itu, pelaku pasar menanti apakah BI akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat setelah inflasi terus menanjak.
Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin mengumumkan data inflasi Indonesia periode April 2022 tumbuh 0,95% dibandingkan sebulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Ini menjadi rekor tertinggi sejak 2017.
Sementara dibandingkan April 2021 (year-on-year/yoy), terjadi inflasi 3,47%. Ini adalah yang tertinggi sejak 2019.
Inflasi inti dilaporkan tumbuh 2,6% (yoy), tertinggi sejak Mei 2020 tetapi sedikit lebih rendah dari hasil polling Reuters 2,61% (yoy). Hingga April lalu, inflasi inti sudah naik dalam 7 bulan beruntun.
Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo memastikan respon kebijakan BI akan sangat tergantung dari penyebab inflasi. Bank sentral akan juga melakukan sejumlah upaya untuk meredam inflasi termasuk dengan memperkuat kerja sama dengan pemangku kepentingan, termasuk pemerintah.
"BI terus memonitor resiko inflasi ke depan, besaran dan timing dari respons kebijakan moneter akan tergantung pada faktor-faktor penyebab inflasi. Jika tekanan inflasi, khususnya inflasi inti, dipandang permanen dan akan melampaui sasaran, BI siap mengambil langkah-langkah berikutnya termasuk penyesuaian suku bunga," tutur Dody, kepada CNBC Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
