Dolar AS Tanpa Tanding, Saatnya 'Diternak'?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
11 May 2022 14:20
Dollar
Foto: Freepik

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve (The Fed) akan sangat agresif menaikkan suku bunga di tahun ini. Alhasil, dolar AS diprediksi tanpa tanding setidaknya dalam 6 bulan ke depan, berdasarkan survei terbaru yang dilakukan Reuters terhadap analis valas.

Namun, apakah ini waktunya ternak dolar AS?

Pada Kamis (5/5/2022) dini hari waktu Indonesia, The Fed memutuskan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 50 basis poin menjadi 0,75-1%. Kenaikan tersebut menjadi yang terbesar dalam 22 tahun terakhir.

Tidak hanya itu, ketua The Fed Jerome Powell mengindikasikan akan kembali menaikkan suku bunga 50 basis poin dalam pertemuan mendatang.

"Kenaikan 50 akan didiskusikan dalam beberapa pertemuan mendatang. (Kenaikan) 75 basis poin bukan sesuatu yang dipertimbangkan anggota komite kebijakan moneter," kata Powell saat konferensi pers.

Pasca pengumuman tersebut, pelaku pasar mayoritas melihat suku bunga di AS akhir tahun ini akan berada di rentang 2,75-3%, berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group. Artinya, suku bunga kemungkinan akan dinaikkan 200 basis poin lagi.

cmeFoto: CME Group

The Fed juga sudah menyatakan akan mengurangi nilai neraca (balance sheet) yang saat ini senilai US$ 9 triliun. Nilai neraca tersebut akan dikurangi secara bertahap.

Pada Juni, Juli, dan Agustus, dikurangi masing-masing US$ 47,5 miliar per bulan. Mulai September, nilai pengurangannya menjadi US$ 90 miliar per bulan.

Pengurangan tersebut membuat likuiditas di perekonomian akan terserap, yang membuat dolar AS perkasa. Indeks dolar AS pun saat ini berada di dekat level tertinggi dalam 20 tahun terakhir.

Rupiah di awal pekan ini merosot hingga menyentuh level terendah dalam 10 bulan terakhir di Rp 14.555/US$. Namun, pelemahan rupiah sepanjang tahun ini yang sekitar 2% masih lebih bagus ketimbang beberapa mata uang Asia lainnya.

Bisa dikatakan rupiah masih cukup kuat menahan tekanan dolar AS meski The Fed sangat agresif menaikkan suku bunga. Rupiah diuntungkan oleh tingginya harga komoditas yang membuat neraca perdagangan surplus dalam 23 bulan beruntun, dan pasokan devisa mengalir deras ke dalam negeri.

Selama harga komoditas masih tinggi, kinerja rupiah masih akan terjaga. Apalagi jika Bank Indonesia (BI) yang selama ini konsisten dengan sikap dovish pada akhirnya menaikkan suku bunga dalam waktu dekat, bukan tidak mungkin rupiah berbalik menguat. Sehingga ternak dolar AS, dan beberapa mata uang lainnya kemungkinan tidak akan terlalu menguntungkan di tahun ini.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Dolar AS Memang Perkasa, tetapi Tidak Menguat Terlalu Jauh

Powell sudah terang-terangan mengatakan bisa menaikkan suku bunga 50 basis poin lagi dalam beberapa pertemuan ke depan.

"Kenaikan 50 akan didiskusikan dalam beberapa pertemuan mendatang. (Kenaikan) 75 basis poin bukan sesuatu yang dipertimbangkan anggota komite kebijakan moneter," kata Powell saat konferensi pers Kamis pekan lalu.

Blak-blakan Powell tersebut tidak serta merta membuat dolar AS terbang tinggi, hal ini dikarenakan pelaku pasar sudah mengantisipasi hal tersebut.

"Memang benar pengetatan moneter sudah price in ke dolar AS, yang artinya penguatannya akan terbatas. Di saat yang sama, kami tidak mengesampingkan kemungkinan The Fed lebih hawkish, misalnya dengan menaikkan suku bunga mendekati 4%," kata ahli strategi valas di ING, sebagaimana dilansir Reuters, Kamis (5/5/2022).

"Kami pikir kekuatan dolar AS masih akan bertahan selama The Fed sejalan dengan ekspektasi kenaikan suku bunga pelaku pasar," tambahnya.

Artinya, jika The Fed menaikkan suku bunga lebih tinggi dari ekspektasi pasar 3% di akhir tahun, dolar AS akan menguat lebih jauh. Sebaliknya, jika kenaikan suku bunga lebih rendah dari ekspektasi pasar, maka dolar AS bisa jadi akan berbalik turun.

Hal tersebut terjadi karena pasar sudah price in terhadap kenaikan suku bunga AS hingga menjadi 3% di akhir tahun nanti.

Sebaliknya, BI masih mempertahankan sikap dovish-nya. Pada pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi April 2022, Gubernur Perry Warjiyo menyatakan masih bersabar untuk menaikkan suku bunga. Ia sekali lagi menegaskan kebijakan moneter tidak merespon administered prices atau harga yang ditentukan pemerintah.

"Esensinya, sabar. Menunggu koordinasi lebih lanjut, pada waktunya kami akan menjelaskan. Komitmen kami menjaga stabilitas, mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Perry dalam jumpa pers usai RDG, Selasa (19/4/2022).

Meski demikian, dengan agresivitas The Fed dan risiko kenaikan inflasi maka tidak menutup kemungkinan BI akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat.

Badan Pusat Statistik (BPS) di awal pekan ini mengumumkan data inflasi Indonesia periode April 2022 tumbuh 0,95% dibandingkan sebulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Ini menjadi rekor tertinggi sejak 2017.

Sementara dibandingkan April 2021 (year-on-year/yoy), terjadi inflasi 3,47%. Ini adalah yang tertinggi sejak 2019.

Inflasi inti dilaporkan tumbuh 2,6% (yoy), tertinggi sejak Mei 2020 tetapi sedikit lebih rendah dari hasil polling Reuters 2,61% (yoy). Hingga April lalu, inflasi inti sudah naik dalam 7 bulan beruntun.

Ekonom OCBC Wellian Wiranto memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan bertindak pre-emptive dengan menaikkan suku bunga bulan ini untuk memerangi inflasi.

"Inflasi April ada di atas konsensus pasar. Ruang BI untuk mempertahankan target inflasi 2-4% kini tidak ada," tutur Wellian dalam laporan berjudul Time for a Hike.
"BI mengatakan akan mempertimbangkan inflasi inti sementara pada saat yang sama akan pre-emptive serta hati-hati. Kami pikir jalan terbaik dalam menyelesaikan hal tersebut adalah dengan mempercepat suku bunga daripada menundanya," imbuh Wellian.

Wellian menambahkan langkah pre-emptive BI juga dilakukan demi menjaga daya tarik aset domestik di tengah kebijakan The Fed yang agresif. Dia mengingatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia juga sudah berada di jalur yang benar sehingga BI kemungkinan akan mulai mengambil langkah dalam meredam inflasi.

"Ekonomi domestik memang belum pulih sepenuhnya tapi dalam kondisi yang cukup baik. Namun, lonjakan inflasi harus segera ditangani untuk menjaga kepercayaan konsumen," ujarnya.

Wellian memperkirakan BI akan mulai menaikkan suku bunga pada Mei tahun ini. Secara keseluruhan, dia memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 100 bps sepanjang tahun ini sehingga suku bunga acuan BI akan berada di level 4,5% di akhir tahun.

Jika itu terjadi, maka rupiah bisa saja berbalik menguat di tahun ini melawan dolar AS, begitu juga mata uang lainnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular