Jadi Ketua DK OJK, Mahendra Mengundurkan Diri dari SMI
Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2022-2027 Mahendra Siregar resmi menanggalkan jabatannya di PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). Mahendra sebelumnya menjabat sebagai Komisaris Utama di perusahaan tersebut.
Dalam keterangan tertulis, PT SMI menyebut pengunduran diri Mahendra resmi dilakukan pada 9 Mei lalu. Pengunduran diri ini sudah dilaporkan PT SMI kepada Bursa Efek Indonesia (BEI).
"Pada tanggal 9 Mei 2022, Anggota Dewan Komisaris (Komisaris Utama) PT SMI yaitu Bpk. Mahendra Siregar menyampaikan surat pengunduran sebagai Anggota Dewan Komisaris (Komisaris Utama) PT SMI sehubungan dengan terpilihnya beliau sebagai Ketua merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan periode 2022-2027," tulis PT SMI, dikutip Rabu (11/5/2022).
Mahendra telah ditetapkan menjadi Ketua DK OJK baru dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Selasa (12/4). Dia terpilih menggantikan Ketua DK OJK sebelumnya yakni Wimboh Santoso.
"Tidak terdapat dampak material terhadap kondisi keuangan, atau kelangsungan usaha PT SMI terkait Informasi atau Fakta Material. Namun perlu dilakukan penyesuaian/perubahan susunan anggota Dewan Komisaris dan Komite di bawah Dewan Komisaris di mana Bpk. Mahendra Siregar menjabat sebagai anggota," tulis PT SMI.
Pasca ditetapkan menjadi Ketua DK OJK baru, Mahendra sempat berbicara mengenai Rancangan Undang-Undang untuk Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) atau yang kerap disebut omnibus law sektor keuangan.
Dia menyebutkan pembahasan RUU ini akan salah satu jadi fokus setelah mulai bertugas nanti. Menurutnya, OJK siap memberikan masukan ataupun usulan kepada DPR RI dalam pembahasan RUU tersebut.
"Pada gilirannya RUU P2SK, tentu kami sifatnya lebih responsif pada proses itu sendiri bukan kami yang men-trigger," ujarnya di Gedung DPR RI.
Mahendra berharap RUU ini bisa meningkatkan pengaturan dan pengawasan OJK dalam menjalankan tugas secara terintegrasi dengan berbagai pihak seperti Bank Indonesia (BI) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
"Tadi yang bisa dilakukan di tingkat penyesuaian di kebijakan dan sifatnya kepada pengaturan internal tapi juga ada yang memang membutuhkan penyesuaian di tingkat yang lebih strategis, yaitu UU terkait ini kami harapkan bisa menampung," jelasnya.
(vap/vap)