
Meski Wall Street Mulai Bangkit, Tapi Bursa Asia Masih Loyo

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung melemah pada perdagangan Rabu (11/5/2022), meski bursa saham Amerika Serikat (AS) mulai bangkit dari zona koreksinya pada perdagangan Selasa kemarin waktu AS.
Indeks Nikkei Jepang dibuka turun tipis 0,05%, Hang Seng Hong Kong melemah 0,71%, Shanghai Composite China turun tipis 0,01%, Straits Times Singapura terkoreksi 0,25%, ASX 200 Australia terpangkas 0,11%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,2%.
Dari China, data inflasi baik dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) maupun dari sisi produsen (producer price index/PPI)pada periode April lalu akan dirilis pada hari ini pukul 08:30 WIB.
Perilisan data inflasi China pada periode bulan lalu terjadi di tengah masih bergelutnya Negeri Panda dengan pandemi virus corona (Covid-19), di mana kondisi pandemi saat ini menjadi yang terburuk sejak awal pandemi tahun 2020 lalu.
Cenderung terkoreksinya kembali bursa Asia-Pasifik pada hari ini berbanding terbalik dengan pergerakan bursa saham AS, Wall Street yang mulai bangkit dari zona koreksinya pada Selasa kemarin waktu AS.
Hanya indeks Dow Jones yang masih terkoreksi kemarin, yakni melemah 0,26% ke level 32.160,74. Sedangkan sisanya berhasil rebound. Indeks S&P 500 ditutup menguat 0,25% ke level 4.001,08 dan Nasdaq Composite melesat 0,98% ke posisi 11.737,67.
Saat Wall Street terkoreksi pada perdagangan Senin lalu, pemodal cenderung memburu saham-saham defensif dan minim risiko seperti saham sektor konsumer dan utilitas di tengah kekhawatiran bahwa resesi akan melanda.
Reli di bursa saham Wall Street kemarin terjadi berbarengan dengan melandainya imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun yang menjadi acuan di pasar dengan kembali ke bawah level psikologis 3%.
"Terlepas dari ekspektasi kami bahwa inflasi akan menurun dan pertumbuhan ekonomi kian berkelanjutan, kami yakin bahwa investor semestinya bersiap menghadapi volatilitas saham lebih jauh jelang pergerakan signifikan di variabel penting ekonomi dan pasar obligasi," tutut analis UBS Mark Haefele seperti dikutip CNBC International.
Sebelumnya bursa Paman Sam sempat terkoreksi tiga hari beruntun, dimulai pada Kamis pekan lalu hingga Senin lalu. Semua ini pemicunya lagi-lagi bermuara pada kebijakan moneter AS. Bank sentral Paman Sam (Federal Reserve/The Fed) pada pekan lalu menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 bps.
Kini target suku bunga AS berada di kisaran 0,75-1,00%. Kenaikan drastis suku bunga acuan sempat membuat yield surat utang pemerintahnya naik signifikan.
Ketika yield naik, berarti harga obligasi sedang tertekan. Investor cenderung memilih aset-aset dengan durasi pendek dan melepas aset dengan horizon investasi jangka panjang.
Hal inilah yang memicu saham-saham teknologi babak belur di sepanjang tahun 2022 ini. Meski Wall Street mulai pulih dari zona koreksi, tetapi pelaku pasar memperkirakan volatilitas masih akan berlangsung.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perdagangan Perdana di 2024, Bursa Asia Dibuka Beragam
